Duduk di belakang pak supir, dapet lagi pelajaran.
Duduk di belakang pak supir,
dapet lagi pelajaran.
12 Mei 2012
Jam 4.48 [di jam aku sih jam
segitu], setelah sholat subuh dan sarapan roti aja aku caw ke cileunyi. Yah,,
hari ini aku ada acara ke sekolahku, ada acara sharing dengan teman-teman yang
sekarang masih kelas 11.
Yoooo. Beta telah
lama menunggu ini bis lama kali, mengapa tak kunjung datang? [bahasanya aneh].
Cileunyi semakin ramai, tapi bis Garut-Jakarta ataupun Tasik-Jakarta belum
terlihat juga batang hidungnya [kayaknya emang bis gak punya hidung kali ya??].
Yoo. Alhamdulillah dapet juga
bis. Dan bis akhirnya cabut ke Cianjur jam 06.12.. Yah,, sepertinya aku bakal
telat.-__-
Aku duduk tepat belakang pak supir, alasannya biar gampang turun dan bisa
ngerasain sensasi pemandangan “nyupir”.kikikik.
Alhamdulillah perjalanan lancar, gak macet. Ya..walaupun sesekali ngerasa
ngeri juga karena pak supir mengemudi bis dengan sangat “atraktif”. Ya.. nyaris
nabrak motor~lah, nyenggol pedagang kaki lima~lah. Yassalam..kenapa mesti
cepet-cepet pak..
Cianjur! I’m coming! Udah masuk
daerah Ciranjang. Dua kursi di sampingku sekarang kosong karenadua penumpang
yang sebelumnya menduduki kursi ini udah turun di Rajamandala. Suara langkah
terdengar. Dan sekarang kursi ini terisi. Ya. Sepasang suami-istri paruh baya.
Duduk di sampingku. Sang ibu duduk tepat di samping aku, dan suaminya duduk di
sebelah istrinya. Ku sapa dengan sebuah senyuman, sang ibu membalas dengan
senyuman yang gak kalah manis [hahassek]. Lantas beliau bertanya “Upami PERUM
tebih keneh, neng?”. Hm.. aku berpikir sesaat.. “Hm.. masih lumayan tebih bu,
kirang langkung 15 dugika 20 menit deui.”, “Ibu mah teu terang PERUM teh
dimana. Tiasa teu neng pang lirenkeun ibu di PERUM?”, “mangga ibu” jawabku.
Suatu hipotesis muncul dalam benak,
hmm.. mereka pasti mau ke saudaranya. Namun karena penasaran [entah kepo]
akhirnya aku bertanya, “Bade ka wargi sanes bu?” Air mukanya sedikit berubah
“Bade ka si bungsu neng.” Sinkkkkkk.~hening~mendadak darahku berhenti mengalir.
Pertanyaan besar dengan tada tanya segede gajah muncul—si BUNGSU?--. Aku hanya
terdiam sambil menatap sang ibu. Tanpa ditanya akhirnya ibu itu sedikit
bercerita. “tos dua taun teu pependak jeung si bungsu, maklum~lah da sibuk
damel panginten. tos langkung ti sataun bumina di perum, teu acan ngalongok ibu
teh. Sono atuh nya ari tos dua taun mah.” Penjabaran singkat yang diiringi
dengan senyuman. Entah senyuman bahagia-atau kecewa. Aku sendiri tak tau. Hanya
satu hal yang menjadi pertanyaanku saat ini “Dua taun? Minimal-lebaran nengok
ke orang tua atau gimana siih?” Ya, entah apa yang terjadi, gak boleh suudzhan
juga sama kejadian di antara mereka. Bisa aja anak bungsu itu memang sibuk,
hanya bisa mengabari orangtua lewat telepon, atau apa. Mudah-mudahan ya emang
anak bungsu itu gak ada salah paham atau ada masalah sama orangtuanya. Dan satu
hal lagi yang membuatku tertegun adalah apa yang dibawa sang bapak. Ya, beliau
membawa bawaan dalam dus Aqua botol [pokoknya beda~kan ukuran dus aqua botol
sama yang gelas?]. ya,, aku pikir “ini bukan baju mereka, pasti bawaan
oleh-oleh buat anaknya”. Subhanallah, keren banget mereka..
Mereka yang nengok anaknya, cuman
berdua pula. Ya, di sela-sela pembicaraan sang ibu bilang kalau anak yang
hendak ditengok adalah anak ke-6. Temen-temen bisa bayangin kan berapa usia
mereka? Anak ke-6 aja udah berkeluarga. Ya.. silahkan tebak sendiri berapa usia
mereka.
Ya, gak kerasa udah hampir deket,
aku bilang “sakedap deui dugi, bu”. Lantas sang ibu membisikkan sesuatu pada
suaminya. Lalu sang bapa siap-siap menenteng bawaan dalam dus tadi. “perum
pak..” teriakku, bis berhenti tepat di depan perum. “mangga, bu. Tos dugi.’
Ujarku. “hatur nuhun nya, neng.” Ucap sang ibu sambil berdiri dan beranjak
turun. Gak tega lihat bapak itu bawa tentengan gede, tapi aku juga kayaknya gak
bisa bantuin dia bawain tentengan. Ya.. aku berharap semoga anak bungsu mereka
udah nunggu di gerbang perum. Kasihanlah kalau bapaknya bawa-bawa barang besar
keliling-kompleks.
Yaa, walaupun memang gak jelas dengan
apa yang terjadi, tapi kita bisa ambil nilainya, temen-temen. Sebagai seorang
anak seharusnya kita yang dateng ke orangtua. Lama gak ngasih kabar juga
kayaknya emang kurang bagus. Orangtua pasti khawatir~kan? Jangan sampe orangtua
yang nyari-nyari kita, kita yang harus berbakti, budi mereka udah terlalu mahal
untuk dibayar. Sekaya apapun kita, ya kita gak bisa ngebales budi mereka. Gak
ada cara lain selain MENJADI ANAK YANG BERBAKTI.
Ya,, semoga di hari tua mereka,
mereka adalah orangtua yang bahagia.
Bahagia melihat kita bahagia.
Bahagia menyaksikan keberhasilan kita.
Bahagia mendapati bakti kita.
Bangga mengatakan “Kau memang anakku”.
“Mamah nyesel pernah ngelahirin
kamu. Papa nyesel gak bisa ngedidik kamu.”
Semoga kalimat ini tak akan
pernah terbesit dalam hati mereka.
Yuk, kita jaga cinta mereka
dengan cinta kita.
Teruntuk ayah dan ibuku,,
Salam bakti terdalam dari putri bungsumu,
Terimakasih karena kalian bersedia diberi amanah untuk
mendidikku,
Terimakasih atas curahan cinta terdalam dari kalian..
Salam super temen-temen,,
Cinta pada orangtua, demi hidup
yang lebih bermakna.
Cinta adalah keindahan dan
anugera dari Allah, sesuatu yang menyatukan kita.
Komentar
Posting Komentar