Jazzyra dan Zahra Bagian 1
Jazzyra dan Zahra
Bagian 1 – because we are different
“Selamat,
Anda diterima!”
Informasi
singkat yang memancing kabahagiaan bagi siapapun yang mendapatkannya. Hari ini
adalah hari pengumuman hasil SNMPTN. Kebahagiaan melingkupi hati Jazzyra.
Dokter! Ya, impiannya semakin dekat untuk ia raih. Beribu ucapan syukur tak
henti tersembul dari lidah sang ibu, bahagia mendapati kabar bahagia ini.
Lantas bagaimana dengan Zahra?
“Alhamdulillah
ya, dua bidadari ibu siap jadi tokoh peduli sesama.” Ujar Ummi sambil memeluk
kedua putrinya bersamaan, Jazz dan Za.
“Yang
satu jadi psikolog, yang satu dokter. Aah, bahagianya Ummi. Alhamdulillah ya
Alloh.” Ibu menatap ke langit-langit, seolah-olah ingin rasanya meyakinkan diri
bahwa Alloh sedang menyaksikan kebahagiaan ini. Zahra tersenyum, begitupun
Jazz.
Dengan
cekatan segera Jazz meraih telepon genggamnya dan mencari kontak ayahnya.
“Ummi,
boleh Jazz kabarin Abi sekarang?” Tanya Jazz setelah mendapati kontak ayahnya. Ummi
mengangguk tanda setuju. Lagi-lagi Ummi memeluk Zahra lebih kuat hingga
jilbabnya sedikit tertarik ke belakang saking eratnya Ummi memeluknya. Ah,
Ummi. Pikir Za dalam hati.
“Assalamu’alaikum,
Abi?” Tanya Jazz membuka percakapan.
“Abi,
abi tau gak? Alhamdulillah Jazz diterima di kedoteran Abi..” Suara Jazz
terdengar riang. Sambil tersenyum Jazz mendengar jawaban Abi.
“Kak
Zahra juga masuk, di universitas yang sama, jurusan Psikologi Abi.” Jawab Jazz
lagi sambil tersenyum.
“Iya,
Abi cepet-cepet pulang ya. Jazz mau kita kumpul. Abi jangan kemaleman ya
pulangnya. Selamat bekerja Abi. Wassalamu’alaikum” Tuut. Percakapanpun
berakhir. Jazz menyimpan teleponnya sambil tetap – tersenyum – , Jazz nampaknya
sangat puas akan pencapaiannya saat ini.
“Ummi,
Zahra lelah. Zahra mau isya dulu. Langsung lanjut tidur ya. Kalau Abi pulang,
bisa kan Ummi membangunkan Za?” Tanya Zahra sambil melepas pelukan Umminya yang
dari tadi sangat erat. Ummi mengangguk sambil mengelap sedikit air mata di
ujung matanya. Lalu Zahra pergi ke kamarnya.
Zahra
mengambil air wudhu dan langsung sholat. Setelah sholat Zahra tak lupa untuk
memanjatkan doa, bersyukur atas apa yang keluarga ini dapat. Lalu Zahra juga
melantunkan beberapa ayat suci Al-Quran. Setelah menyelesaikan – kencan – nya
dengan Sang Kholiq, Zahra merasa belum mengantuk, lantas dia meraih laptop dan
menyalakannya. Tiba-tiba Jazz masuk, masih dengan senyumnya yang mengembang.
“Kak
Zahra belum tidur?” Tanyanya.
“Belum
Jazz.” Jawab Zahra sambil memperhatian Jazz. Jazz kemudian mengambil sesuatu
diantara tumpukan buku di meja belajarnya. Sebuah buku catatan, lalu dia keluar
dari kamarnya.
Entah
mengapa Zahra merasakan suatu kepenatan dalam dirinya. Ah, ingin sekali
menulis. Tunggu! Bagaimana dengan kabar dari sahabat-sahabtany? Lantas Zahra
membuka akun twitternya dan memperhatikan apa yang sedang terjadi diantara
teman-teman sebangsanya, teman seperjuagan putih abu. Zahra hanya membaca
sepintas. Ah, dunia ini memang kompetisi, ada yang terlihat menang dan kalah.
Tapi yang hari ini menang belum tentu pemenang, dan mereka yang kalah belum
tentu pecundang. Zahra langsung membuka akun blognya dan menuliskan apa yang
ada di dalam hatinya saat itu.
Karena Takdir Kita Memang Berbeda
By. Zahra
Bismillahirrohmaanirrohiim.
Selamat malam teman-teman. Saya merindukan
kalian. Ah, memang saya tidak mengenal kalian sebagai reader blog ini. Tapi
entah mengapa saya merindukan kalian yang selama ini menjadi telinga ketiga
saya. Semoga suatu hari nanti kita bisa bertemu ya.. aamiin.
Ada kabar bahagia nih teman-teman.
Alhamdulillah saudara kembar saya Jazzyra hari ini dinyatakan lulus sebagai
salah satu mahasiswi Fakultas Kedokteran di salah satu perguruan tinggi negeri.
Akhirnya Alloh menjawab impian Jazz, impian Abi dan Ummi juga. Semoga Jazz bisa
menjadi seorang dokter kece dan berdedikasi yaa.. Aamiin.
Alhamdulillah juga Zahra dinyatakan lulus di
perguruan tinggi yang sama. Zahra lolos ke jurusan Psikologi. Walaupun bukan
pilihan pertama, walaupun tak sesuai harapan Abi, tapi Zahra harus mensyukuri
ini. Bagaimanapun tidak semua orang bisa mendapatkan kesempatan ini.
Alhamdulillah.
Jujur, begitu tadi mendapat pengumuman, ketika
Jazz dinyatakan lolos ke pilihan yang sangat dia inginkan, Za sangat bahagia.
Ah, akhirnya anak Abi dan Ummi ada yang bisa mewujudkan impian mereka yang
tertunda. Lantas begitu Za mengetahui bahwa Za lolos ke Psikologi, Za sedikit
sedih. Mengapa? Karena Za belum bisa mewujudkan harapan Abi dan Ummi untuk
menjadi seorang dokter juga. Hmm. Ini memang ketetapan Alloh, Za harus
bersyukur dan selanjutnya harus bertanggung jawab atas pilihan ini. Teman-teman
sepakat kan?
“Hidup ini memberikan dua pilihan. Kita
tinggal memilih dan selanjutnya adalah bertanggung jawab atas pilihan yang kita
pilih - Za”
Tadi ingin sekali mengucapkan kata “maaf”
saat Za di pelukan kebahagiaan Ummi, namun Za tak kuasa merusak kebahagiaan
Ummi dengan mendengar – permintaan maaf – dari Za. Takut Ummi beranggapan
“Zahra sedih karena mengecewakan Ummi”, ya.. walaupun pada kenyataannya Zahra
memang sedih karena belum memberi yang terbaik. Tapi mau diapakan lagi? Mungkin
lain waktu Zahra bisa mengutarakan maaf ini pada Abi dan Ummi.
Jazzyra, my twin, my bedroommates, my sweety.
Selamat ya,, sepertinya nanti kita akan sekamar lagi di rantau sana. Hihihi.
Jadilah mahasiswi yang aktif, tetap ceria, tetap bersemangat, dan tetaplah
menjadi Jazz yang Za kagumi sekarang. Semoga menjadi dokter yang berdedikasi,
yang mengabdi dengan tulus, cerdas, dan memberi tanpa pamrih. Semangat ya
strawberryku... :*
Untuk Abi dan Ummi. Maaf ya Zahra belum bisa
sehebat Jazz. Tapi insya Alloh Za tidak akan membuat Abi dan Ummi kecewa dengan
pilihan Za. Za akan memberikan yang terbaik dengan profesi ini. Abi dan Ummi
percaya – kan Za bisa?
Untuk teman-teman yang sedang membaca. Jika
ada beberapa teman yang mendapat kebahagiaan atas prestasi akademik ini, jangan
lupa bersyukur pada Alloh. Cara bersyukurnya? Ucapkan Alhamdulillah, tidak
pamer, dan siap bertanggung jawab atas nikmat ini.
Untuk teman-teman yang mungkin saat membaca
postingan ini belum mendapat apa yang diinginkan, tetap semangat ya.. yang diinginkan
kita belum tentu yang terbaik menurut Alloh. Kita berusaha semaksimal mungkin,
dan serahkan semua pada Alloh. Jangan sampai mengeluh – stress – depresi –
karena tidak lulus pada pilihan kita, sedangkan di luar sana masih banyak
saudara-saudara kita yang bahkan tidak mendapat kesempatan untuk memilih.
Maksudnya seperti ini. Teman-teman depresi karena tidak lulus ke jurusan A di perguruan
tinggi X. Coba lihat teman-teman kanan-kiri kita yang bahkan untuk mendaftarkan
diri sebagai peserta ujian saja tidak bisa, untuk melanjutkan sekolah saja
sangat sulit. Apakah mereka depresi? Mungkin. Tapi bagaimana dengan kita yang
sebenarnya sudah diberi kesempatan? Syukuri. Syukuri. Syukuri. Alhamdulillah.
Dimanapun teman-teman melanjutkan sekolah
atau karirnya, jangan terpaku pada – dimana – tapi lebih pertimbangkan – apa -
.
“burung-burung saja tetap berkicau mesti
pohon yang nyaman telah berubah menjadi menara beton yang tak bersahabat.”
Baik, sepertinya sudah dulu ya.. yang belum
sholat, sholat dulu deh.
Terimakasih untuk teman-teman yang sudah
bersedia membaca postingan ini.
Selamat (malam)
Wassalamu’alaikum.
Zahra Nurul Assyifa
Publish! Yup. Postingan telah dipublish. Zahra
membaca beberapa komentar yang masuk beberapa hari yang lalu di postingan
terakhirnya. Komentar terbaru dari seseorang yang memiliki nama, namu tak ia
kenali.
Oi
blogger Zahra yang baik hatinya, buat yang kesekian kalinya gue ngaku gue sangat
tertegun dan salut sama pengalaman sosial lo. Gue harap lo bisa nyebarin jiwa
sosial lo sama orang lain ya. Gue tunggu kisah lo lainnya.
Zahra mengetik beberapa kalimat balasan.
Syukron
akhi. Segala puji hanya milik Alloh yang mencintai hamba-Nya dan menumbuhkan
rasa kasih sayang di setiap makhluk-Nya. Insya Alloh akhi, mudah-mudahn Zahra
bisa meskipun dengan segala keterbatasan yang ada (tapi ini bukan alasan –
seharusnya – hihihi. Insya Alloh, ditunggu saja kisah selanjutnya, Zahra tunggu
juga kisah luar biasa dari akhi.
Setelah menjawab komentar ini, Zahra langsung
mengeluarkan akunnya dan mematikan laptopnya. Matanya sudah cukup lelah untuk
standby di depan laptopnya. Tepat setelah meletakkan laptopnya di meja, Jazz
kembali masuk.
“Ya Ampun Za. Aku pikir kamu sudah tidur.
Ternyata masih melek.” Ujar Jazz sambil meletakkan buku catatan yang tadi
dibawanya, menatanya diantara tumpukan buku-buku tebalnya.
“Congrats ya Za. Akhirnya kamu mendapatkan
apa yang kamu mau.” Kini nada suara Jazz terdengar sedikit dingin di telinga
Zahra.
“Maksudnya bagaimana ya Jazz?” Tanya Zahra
tak mengerti, badannya diputar beberapa derajat untuk menghadap ke arah Jazz.
“Bukankan menjadi psikolog adalah impian
Zahra sejak lama? Bahagia kan pada akhirnya tidak memikul impian Abi dan Ummi?”
Tanya Jazz balik, mencoba mengajak Zahra untuk berpikir. zahra masih tak
mengerti. Alisnya dibiarkan saling mendekat.
“Zahra masih belum paham, Jazz.”
“Kak Zahra tahu sendiri kan. Jazz tidak ingin
menjadi dokter. Jazz inginnya lolos ke pilihan kedua di jurusan komunikasi! Ah,
padahal Jazz optimis gak akan masuk ke kedokteran. Tapi nyatanya malah gini.”
Dengan posisi masih menghadap meja, tangan Jazz yang mengepal memukul meja. Dan
suaranya menjadi terdengar berubah. Jazz menangis.
“Kau menyesali takdirmu?” Tanya Zahra dengan
nada lembut, menghampiri Jazz dan mendapati mata Jazz yang berair. Kesedihan
melingkupi hati Zahra juga. Lalu Zahra memeluk Jazz.
“Belahan jiwaku, ini sudah menjadi
kehendak-Nya, inilah yang terbaik.”
“Andaikan dulu Jazz berani bilang sama Ummi
tentang impian Jazz, kejadiannya gak bakal kayak gini kan?” Tanya Jazz sambil
menangis, kepalanya dibiarkan di bahu Zahra. Zahra tak mampu berkata-kata. Lama
Jazz menangis di pelukan Zahra. Zahra merasakan kesedihan pula, walaupun
mungkin tak sehebat kesedihan Jazz.
“Kadang Jazz iri sama Za, kenapa Za bisa
nolak kemauan Ummi dan Abi sedangkan Jazz gak bisa.”
“Ini bukan persoalan bisa atau tidak bisa,
tapi ini udah jadi kehenda-Nya Jazz. Mengapa Alloh menakdirkan impian Abi dan
Ummi diemban Jazz? Ya karena Alloh tahu Jazz adalah orang yang tepat, bukan
Zahra yang layak.” Ujar Zahra mencoba menenangkan Jazz.
“Kalau dibilang iri, Zahra juga iri. Mengapa
hanya Jazz yang bisa mewujudkan impian Ummi dan Abi, mengapa tidak kita berdua
saja? Tapi ya inilah, takdir kita berbeda Jazz.” Lanjut Zahra. Jazz menyeka air
matanya, menatapi Zahra sangat dalam.
“Benar, kita memang berbeda walaupun kita
kembar. Kak Zahra yang tak pernah dipaksakan kehendaknya oleh Abi dan Ummi,
yang selalu dijaga, yang selalu mendapat perhatian dari semua orang, yang bisa
menentukan pilihannya sendiri memang berbeda dengan Jazzyra Nur Insani yang tak
pernah bisa menegaskan impiannya, mudah didikte orang, pinter tapi lemah dan
bodoh, dan selalu harus melindungi saudaranya.” Ketus Jazz, nadanya terdengar
menyindir dan terlalu tajam mengenai hati Zahra.
“Bukan seperti itu Jazz...” Zahra mencoba memahami
Jazz, namun Jazz tak bergeming. Jazz menarik selimutnya, lalu membenarkan
posisinya untuk beristirahat.
“Kamu tidak sholat?” Tanya Zahra.
“Lagi dispen.” Jawabnya singkat. Zahra
menarik napas panjang, mencoba memahami. Semoga kata-kata tadi muncul karena
ketidakstabilan emosi saja. Semoga. Zahra bergegas mematikan lampu kamar
mereka, mengambil posisi untuk beristirahat. Dan memejamkan matanya.
– dwn –
Komentar
Posting Komentar