Kisah Ashabul Kahfi – Misteri #part1
Bismillahirrohmaanirrohiim.
"(Ingatlah)
tatkala pemuda-pemuda itu mencari tempat berlindung kedalam gua lalu mereka
berdoa, "Wahai Tuhan kami berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan
sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini)." (QS al-Kahfi:10).
Dengan
panjang lebar kitab Qishashul Anbiya mulai dari halaman 566 meriwayatkan
sebagai berikut:
Dikala Umar bin Khattab memangku jabatan sebagai
Amirul Mukminin, pernah datang kepadanya beberapa orang pendeta Yahudi. Mereka
berkata kepada Khalifah, "Hai Khalifah Umar, anda adalah pemegang
kekuasaan sesudah Muhammad dan sahabatnya, Abu Bakar. Kami hendak menanyakan beberapa
masalah penting kepada anda. Jika anda dapat memberi jawaban kepada kami,
barulah kami mau mengerti bahwa Islam merupakan agama yang benar dan Muhammad
benar-benar seorang Nabi. Sebaliknya, jika anda tidak dapat memberi jawaban,
berarti bahwa agama Islam itu bathil dan Muhammad bukan seorang Nabi.
"Silahkan
bertanya tentang apa saja yang kalian inginkan," sahut Khalifah Umar.
"Jelaskan
kepada kami tentang induk kunci (gembok) mengancing langit, apakah itu?"
Tanya pendeta-pendeta itu, memulai pertanyaan-pertanyaannya. "Terangkan
kepada kami tentang adanya sebuah kuburan yang berjalan bersama penghuninya,
apakah itu? Tunjukkan kepada kami tentang suatu makhluk yang dapat memberi
peringatan kepada bangsanya, tetapi ia bukan manusia dan bukan jin! Terangkan
kepada kami tentang lima jenis makhluk yang dapat berjalan di permukaan bumi,
tetapi makhluk-makhluk itu tidak dilahirkan dari kandungan ibu atau induknya!
Beritahukan kepada kami apa yang dikatakan oleh burung puyuh (gemak) disaat ia
sedang berkicau! Apakah yang dikatakan oleh ayam jantan dikala ia sedang
berkokok! Apakah yang dikatakan oleh kuda disaat ia sedang meringkik? Apakah
yang dikatakan oleh katak diwaktu ia sedang bersuara? Apakah yang dikatakan
oleh keledai disaat ia sedang meringkik? Apakah yang dikatakan oleh burung
pipit pada waktu ia sedang berkicau?"
Khalifah
Umar menundukkan kepala untuk berpikir sejenak, kemudian berkata, "Bagi
Umar, jika ia menjawab 'tidak tahu' atas pertanyaan-pertanyaan yang memang
tidak diketahui jawabannya, itu bukan suatu hal yang memalukan!''
Mendengar jawaban
Khalifah Umar seperti itu, pendeta-pendeta Yahudi yang bertanya berdiri
melonjak-lonjak kegirangan, sambil berkata, "Sekarang kami bersaksi bahwa
Muhammad memang bukan seorang Nabi, dan agama Islam itu adalah bathil!"
Salman
Al-Farisi yang saat itu hadir, segera bangkit dan berkata kepada
pendeta-pendeta Yahudi itu: "Kalian tunggu sebentar!"
Ia
cepat-cepat pergi ke rumah Ali bin Abi Thalib. Setelah bertemu, Salman
berkata: "Ya Abal Hasan, selamatkanlah agama Islam!"
Imam
Ali r.a. bingung, lalu bertanya: "Mengapa?"
Salman
kemudian menceritakan apa yang sedang dihadapi oleh Khalifah Umar bin Khattab.
Imam Ali segera saja berangkat menuju ke rumah Khalifah Umar, berjalan lenggang
memakai burdah (selembar kain penutup punggung atau leher) peninggalan
Rasulullah SAW. Ketika Umar melihat Ali bin Abi Thalib datang, ia bangun dari
tempat duduk lalu buru-buru memeluknya, sambil berkat,: "Ya Abal Hasan,
tiap ada kesulitan besar, engkau selalu kupanggil!"
Setelah
berhadap-hadapan dengan para pendeta yang sedang menunggu-nunggu jawaban itu,
Ali bin Abi Thalib herkata, "Silahkan kalian bertanya tentang apa saja
yang kalian inginkan. Rasulullah SAW sudah mengajarku seribu macam ilmu, dan
tiap jenis dari ilmu-ilmu itu mempunyai seribu macam cabang ilmu!"
Pendeta-pendeta
Yahudi itu lalu mengulangi pertanyaan-pertanyaan mereka. Sebelum menjawab, Ali
bin Abi Thalib berkata, "Aku ingin mengajukan suatu syarat kepada kalian,
yaitu jika ternyata aku nanti sudah menjawab pertanyaan-pertanyaan kalian
sesuai dengan yang ada di dalam Taurat, kalian supaya bersedia memeluk agama
kami dan beriman!" "Ya baik!" jawab mereka.
"Sekarang
tanyakanlah satu demi satu," kata Ali bin Abi Thalib.
Mereka
mulai bertanya, "Apakah induk kunci (gembok) yang mengancing pintu-pintu
langit?"
"Induk
kunci itu," jawab Ali bin Abi Thalib, "ialah syirik kepada Allah.
Sebab semua hamba Allah, baik laki-laki ataupun wanita, jika ia bersyirik
kepada Allah, amalnya tidak akan dapat naik sampai kehadirat Allah!"
Para
pendeta Yahudi bertanya lagi, "Anak kunci apakah yang dapat membuka
pintu-pintu langit?"
Ali
bin Abi Thalib menjawab, "Anak kunci itu ialah kesaksian (syahadat) bahwa
tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasulullah!"
Para
pendeta Yahudi itu saling pandang di antara mereka, sambil berkata, "Orang
itu benar juga!" Mereka bertanya lebih lanjut, "Terangkanlah kepada
kami tentang adanya sebuah kuburan yang dapat berjalan bersama
penghuninya!"
"Kuburan
itu ialah ikan hiu (hut) yang menelan Nabi Yunus putera Matta," jawab Ali
bin Abi Thalib. "Nabi Yunus AS dibawa keliling ketujuh samudera!"
Pendeta-pendeta
itu meneruskan pertanyaannya lagi, "Jelaskan kepada kami tentang makhluk
yang dapat memberi peringatan kepada bangsanya, tetapi makhluk itu bukan
manusia dan bukan jin!"
Ali
bin Abi Thalib menjawab, "Makhluk itu ialah semut Nabi Sulaiman AS putera
Nabi Dawud AS, Semut itu berkata kepada kaumnya, 'Hai para semut, masuklah ke
dalam tempat kediaman kalian, agar tidak diinjak-injak oleh Sulaiman dan
pasukan-nya dalam keadaan mereka tidak sadar!"
Para
pendeta Yahudi itu meneruskan pertanyaannya, "Beritahukan kepada kami
tentang lima jenis makhluk yang berjalan diatas permukaan bumi, tetapi tidak
satu pun diantara makhluk-makhluk itu yang dilahirkan dari kandungan ibunya
atau induknya!"
Ali
bin Abi Thalib menjawab, "Lima makhluk itu ialah, pertama, Adam. Kedua,
Hawa. Ketiga, Unta Nabi Shaleh. Keempat, Domba Nabi Ibrahim. Kelima, Tongkat
Nabi Musa (yang menjelma menjadi seekor ular)."
Dua
di antara tiga orang pendeta Yahudi itu setelah mendengar jawaban-jawaban serta
penjelasan yang diberikan oleh Imam Ali r.a. lalu mengatakan, "Kami
bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasulullah!"
Tetapi
seorang pendeta lainnya, bangun berdiri sambil berkata kepada Ali bin Abi
Thalib, "Hai Ali, hati teman-temanku sudah dihinggapi oleh sesuatu yang
sama seperti iman dan keyakinan mengenai benarnya agama Islam. Sekarang masih
ada satu hal lagi yang ingin kutanyakan kepada anda."
"Tanyakanlah
apa saja yang kau inginkan," sahut Imam Ali.
"Coba
terangkan kepadaku tentang sejumlah orang yang pada zaman dahulu sudah mati
selama 309 tahun, kemudian dihidupkan kembali oleh Allah. Bagaimana hikayat
tentang mereka itu?" Tanya pendeta tadi.
Ali
bin Ali Thalib menjawab, "Hai pendeta Yahudi, mereka itu ialah para
penghuni gua. Hikayat tentang mereka itu sudah dikisahkan oleh Allah SWT kepada
Rasul-Nya. Jika engkau mau, akan kubacakan kisah mereka itu."
Pendeta
Yahudi itu menyahut, "Aku sudah banyak mendengar tentang Qur'an kalian itu! Jika engkau memang
benar-benar tahu, coba sebutkan nama-nama mereka, nama ayah-ayah mereka, nama kota
mereka, nama raja mereka, nama anjing mereka, nama gunung serta gua mereka, dan
semua kisah mereka dari awal sampai akhir!"
Ali
bin Abi Thalib kemudian membetulkan duduknya, menekuk lutut kedepan perut, lalu
ditopangnya dengan burdah yang diikatkan ke pinggang. Lalu ia berkata,
"Hai saudara Yahudi, Muhammad Rasulullah SAW kekasihku telah menceritakan
kepadaku, bahwa kisah itu terjadi di negeri Romawi, disebuah kota bernama
Aphesus, atau disebut juga dengan nama Tharsus. Tetapi nama kota itu pada zaman
dahulu ialah Aphesus (Ephese). Baru setelah Islam datang, kota itu berubah nama
menjadi Tharsus (Tarse, sekarang terletak di dalam wilayah Turki). Penduduk
negeri itu dahulunya mempunyai seorang raja yang baik. Setelah raja itu
meninggal dunia, berita kematiannya didengar oleh seorang raja Persia bernama
Diqyanius. Ia seorang raja kafir yang amat congkak dan dzalim. Ia datang
menyerbu negeri itu dengan kekuatan pasukannya, dan akhirnya berhasil menguasai
kota Aphesus. Olehnya kota itu dijadikan ibukota kerajaan, lalu dibangunlah
sebuah Istana."
Baru
sampai disitu, pendeta Yahudi yang bertanya itu berdiri, terus bertanya,
"Jika engkau benar-benar tahu, coba terangkan kepadaku bentuk Istana itu,
bagaimana serambi dan ruangan-ruangannya!"
Ali
bin Abi Thalib menerangkan, "Hai saudara Yahudi, raja itu membangun istana
yang sangat megah, terbuat dari batu marmer. Panjangnya satu farsakh (+/- 8 km)
dan lebarnya pun satu farsakh. Pilar-pilarnya yang berjumlah seribu buah,
semuanya terbuat dari emas, dan lampu-lampu yang berjumlah seribu buah, juga
semuanya terbuat dari emas. Lampu-lampu itu bergelantungan pada rantai-rantai
yang terbuat dari perak. Tiap malam apinya dinyalakan dengan sejenis minyak
yang harum baunya. Disebelah timur serambi dibuat lubang-lubang cahaya sebanyak
seratus buah, demikian pula di sebelah baratnya. Sehingga matahari sejak mulai
terbit sampai terbenam selalu dapat menerangi serambi. Raja itu pun membuat
sebuah singgasana dari emas. Panjangnya 80 hasta dan lebarnya 40 hasta. Di
sebelah kanannya tersedia 80 buah kursi, semuanya terbuat dari emas. Di situlah
para hulubalang kerajaan duduk. Disebelah kirinya juga disediakan 80 buah kursi
terbuat dari emas, untuk duduk para pepatih dan penguasa-penguasa tinggi
lainnya. Raja duduk di atas singgasana dengan mengenakan mahkota di atas
kepala."
Sampai
disitu pendeta yang bersangkutan berdiri lagi sambil berkata, "Jika engkau
benar-benar tahu, coba terangkan kepadaku dari apakah mahkota itu dibuat?"
"Hai
saudara Yahudi," kata Imam Ali menerangkan, "Mahkota raja itu terbuat
dari kepingan-kepingan emas, berkaki 9 buah, dan tiap kakinya bertaburan
mutiara yang memantulkan cahaya laksana bintang-bintang menerangi kegelapan
malam. Raja itu juga mempunyai 50 orang pelayan, terdiri dari anak-anak para
hulubalang. Semuanya memakai selempang dan baju sutera berwarna merah. Celana
mereka juga terbuat dari sutera berwarna hijau. Semuanya dihias dengan
gelang-gelang kaki yang sangat indah. Masing-masing diberi tongkat terbuat dari
emas. Mereka harus berdiri di belakang raja. Selain mereka, raja juga
mengangkat 6 orang, terdiri dari anak-anak para cendekiawan, untuk dijadikan
menteri-menteri atau pembantu-pembantunya. Raja tidak mengambil suatu keputusan
apa pun tanpa berunding lebih dulu dengan mereka. Enam orang pembantu itu
selalu berada di kanan kiri raja, tiga orang berdiri di sebelah kanan dan yang
tiga orang lainnya berdiri di sebelah kiri."
Pendeta
yang bertanya itu berdiri lagi, lalu berkata, "Hai Ali, jika yang kau
katakan itu benar, coba sebutkan nama enam orang yang menjadi pembantu-pembantu
raja itu!"
Menanggapi hal itu, Imam Ali r.a. menjawab, "Kekasihku Muhammad
Rasulullah SAW menceritakan kepadaku, bahwa tiga orang yang berdiri disebelah
kanan raja, masing-masing bernama Tamlikha, Miksalmina, dan Mikhaslimina.
Adapun tiga orang pembantu yang berdiri di sebelah kiri, masing-masing bernama
Martelius, Casitius dan Sidemius. Raja selalu berunding dengan mereka mengenai
segala urusan.lanjut ke bagian 2...
Komentar
Posting Komentar