Hari Emansipasi.
Bismillahirrahmaanirrahiim.
Selepas kegiatan, selepas sholat Dzuhur Dilla pergi
ke Bandung. Kalau pergi ke Jatinangor pasti macet banget, soalnya
daerah Rancaekek kena banjir sehingga jalur menuju Tasik-Garut-Banjar
dialihkan jalurnya melalui Tanjung Sari. Macet-semacet-macetnya, ya
syudah~ pergi dulu saja.. hehe.
Hari ini Dilla putuskan untuk pergi ke Pasar Baru,
bukan karena pengen belanja sih, lagian dompet tidak bersahabat. Pengen
maen aja sekalian ke Mesjid Raya Bandung. Yup! Dilla putuskan pergi
dengan menggunakan Damri imut jurusan Caheum – Alun-Alun, dan memang
lewat ke pasar baru. Ada pengalaman yang membuat Dilla terharu di sini.
Damri ini bukanlah Damri yang empuk dan nyaman seperti Trans Metro
Bandung ataupun seperti Damri Dipati Ukur – Jatinangor yang ber-AC.
Damri ini joknya aja kayak kursi antrean kereta api. Keras tanpa busa,
dan pake AG [re : angin gelebug]. Dan tarifnya sangat murah Rp 2000.00
untuk semua kilometer yang dilalui. Kalau dibandingkan dengan angkot,
pasti jauh banget kan yaa.
Empat kursi [dua baris] di belakang supir adalah
kursi yang dikhususkan untuk lansia, ibu hamil, ibu menyusui, dan
penyandang cacat. Diutamakan empat kursi ini untuk mereka. Begitu Dilla
naik, 4 kursi ini masih kosong. Bis sudah penuh kecuali 4 kursi ini.
Begitu Dilla naik, seorang laki-laki [gak tau usianya berapa, tapi
kayaknya 20-an deh] mempersilahkan Dilla duduk di kursinya, lantas ia
berdiri. Sempat terpikir mengapa 4 kursi itu masih kosong, padahal dia
tidak perlu cape-cape berdiri. Lalu Bis melaju perlahan, laki-laki ini
masih berdiri meskipun kursi kosong. Beberapa meter kemudian bis
mengangkut seorang ibu yang menggendong bayinya, lalu beliau duduk di
salah satu dari 4 kursi yang masih kosong. Dan laki-laki ini masih
berdiri. Bisa dibayangkan. Bis ini tidak punya pegangan di atas sehingga
sulit mencari keseimbangan saat bis melaju sedangkan kita berdiri.
Masya Allah. Pemandangan yang unik! Bis melaju, lalu mengangkut sepasang
lansia, lalu pasangan lansia itu duduk di dua kursi yang masih kosong.
Bis terus melaju, beberapa kilometer belum ada penambahan muatan. Sampai
di Stadion Persib, penumpang di sebelahku turun, lalu laki-laki yang
tadi berdiri menempati kursi kosong sebelahku. Dengan sedikit penasaran
akhirnya aku bertanya “Kak, 3 kursi di depan masih kosong. Kok milih
berdiri sih?” Dia tersenyum, lalu menjawab “utamakan untuk lansia, ibu
hamil dan menyusui, serta penyandang cacat” Jawabnya. “Kalau tadi saya
duduk di sana, lalu ada penumpang baru yang sebenarnya lebih layak,
pastilah saya akan malas untuk berdiri karena posisi kita sudah nyaman.
Umumnya seperti itu. Saat kita merasa nyaman, kita akan melupakan
kepedulian kita pada orang lain. Lagi pula saya masih kuat kalau
berdiri. Jadi ya sudah.” Lanjutnya. “Aah~ keren kak! Umumnya yang peduli
dan ngasih kursi itu bahkan perempuan, kenapa ya?” “karena umumnya
perempuan lebih ber-empati, umumnya sih. Tapi ya bukan berarti semua
laki-laki gak peduli..hehehe. Saat saya kecil, ibu dan saya sempat naik
bis kota dan penuh sekali. Kami berdiri, padahal di sebelah ada pemuda
bersama perempuan muda yang dengan asyiknya duduk tanpa memperdulikan
penumpang yang lain. Saat itu ibu saya sedang hamil, walaupun baru 2
bulan dan belum cukup terlihat seperti orang hamil, tapi saya kasihan
pada ibu saya. Alhasil dari rumah sampai tempat tujuan kami berdiri,
mana jalanan tidak sebagus sekarang kan? Begitu sampai tempat tujuan,
ibu saya sakit dan pendarahan. Saya kaget. Untunglah ibu tidak
keguguran. Tapi sejak itu saya jadi sedih kalau melihat ada perempuan
apalagi ibu-ibu kalau berdiri di bis. Aah~ saya selalu teringat ibu
saya. Dalam Islam-pun diajarkan bagaimana kita memperlakukan kaum tua dan kaum tak berdaya kan? Saya mencoba menerapkan itu, dan itulah pesan ibu saya.” “Masya Allah. Keren banget kak.”
Pemandangan berbeda Dilla dapat saat pulang dari alun-alun. Dengan
menggunakan Damri jurusan Cibiru – apa ya lupa , dengan harga Rp 3000.00
dan dapet AC. Kejadiannya sama kayak bis-bis nyaman lainnya yang pernah
Dilla tumpangi. Sulit menemukan pemuda yang memberikan kursinya untuk
lansia, aah~ jadi keingetan kata-kata laki-laki siang tadi “biasanya kita gak mau pergi kalau kita udah ada di posisi nyaman..”
benar saja. Diantara semua penumpang, hanya penumpang perempuan saja
yang merelakan kursinya untuk penumpang lansia. Aah~ dimana letak
kepedulian kaum muda terhadap kaum tua? Dimana letak kepedulian kaum
kuat terhadap kaum yang lemah? Dimana letak kepedulian kaum laki-laki
terhadap perempuan? Dimana? Di negeri ini? Tak ada jaminan kepedulian
muncul meski ditanam sejak SD dalam kurikulum pendidikan. “Pengamalan
Pancasila” halah~ gak ngefek banget menurutku. Buktinya sampai
sekarang negeri ini bobrok saja meskipun Pancasila dinilai ideal! Ada
yang salah dengan sistem di Negeri Pertiwi ini. Negeri yang katanya
menjunjung tinggi kemanusiaan, negeri yang punya tokoh Kartini atas
emansipasinya, negeri yang katanya memiliki toleransi dan kepedulian
yang tinggi. Bullshit menurutku. Semua hanya simbol dan slogan-slogan
iklan saja. Realisasinya nihil. Masih betah dengan sistem seperti ini??
Komentar
Posting Komentar