It’s our Relationship!
Huwaaa~ ngomentarin aktivitas kaula muda memang
jadi cerminan sekaligus tamparan buat diri sendiri. Kali ini dilla bahas
dikit tentang “relationship”.
Well, banyak [pake banget] remaja-remaja di dunia
ini [khususnya di Indonesia] yang seneng pamer relationship di sosial
media. Oke, katakanlah facebook atau twitter gituh. Sorry, maksud di
sini bukan buat nyindir, tapi mau sedikit sharing pengalaman “betapa buruknya imej kita gara-gara relationship”.
Ini pengalaman Dilla pas lagi duduk di kelas 2 SMA
[sekitar tahun 2010]. Waktu itu Dilla belum begitu kenal twitter, ya~
cuman sekedar user pasif lah. Jadinya lebih sering nangkring di
facebook. Dikit-dikit update status, dikit-dikit komentarin status
orang, maen bully-bully-an di facebook. Kalau
dipikir-pikir, ngapain coba? Besok juga kita ketemu di sekolah, dan
lebih jijiknya kita malah bahas apa yang dipost di sosmed, terus minta
klarifikas. Kalau urusan ngebully ya jatohnya malah lanjut ngebully di
sekolah. Astagfirullah, betapa alay diriku saat itu.
Alhasil, facebook hanya jadi media eksistensi diri
dan untuk mencari sensasi, sepakat? Mungkin tidak. Karena tidak semua
orang pengguna facebook seperti ini. Saking isengnya, saat itu Dilla
pernah pasang relationship “berpacaran” dengan teman satu kelas, Dina
Sonia. Stop! Gue bukan maniak lesbi. Yang saat itu Dilla pikirkan “gue
cuman iseng aja”. Titik. Tapi teman-teman tau apa dampaknya? Tiga hari
kemudian Dilla dapet message FB dari seorang perempuan. Beberapa hari
dia kirim message yang isinya “mau kenalan”. Well„ she is so beautiful,
friendly, and funny! Kalau lihat di profile picture sih cantik yaa~. Did
u know? She thought i was gay! Dia pikir aku adalah penyuka sesama.
Dilla merasa bersalah karena sebelum dia tau kalau Dilla tidak gay, dia
curhat masalahnya. Dia bilang bahwa dia memiliki penyakit psikologis
yakni menyukai sesama perempuan, dan dia tertarik padaku! Astagfirullah.
Akhirnya Dilla menjelaskan keisengan Dilla yang memasang relationship
berpacaran dengan perempuan, Dilla jelaskan bahwa itu adalah sebuah
keisengan. Dengan dalih “saya berkerudung” dia cukup paham.
Astagfirullah, kalau dipikir sekarang, rasanya malu sekali menjadikan
alasan “saya berkerudung” sebagai dalih untuk dirinya. Secara otomatis,
hari itu juga dilla hapus relationship itu. Kurang lebih 10 hari dilla
sempat memasang relationship itu. Pelajarannya, jangan pake media sosial
buat maen-maen dan ngebohongin orang.
Oke, sekarang kasusnya yang beneran nih. “Gue
pacaran kok, beda jenis dan bukan gay. Terus masalahnya apa kalau gue
pasang relationship?” Haah~ namanya juga pacaran, belum seriusan kan?
Ntar juga beberapa bulan atau seberapa tahun relationshipnya ganti lagi.
Sahabat, sadar-atau tidak, pacaran akan menyibukkan kita. Betapa sering
kita disibukkan untuk meng-upload foto-foto dia dengan kita. Kita
disibukkan untuk menyapa dia dan memberi semangat pada dia. Lalu, saat
kita putus? Kita akan disibukkan untuk menghapus semua file tentang dia,
mengganti relationship, dan menghapus semua kata-kata kiat untuk dia.
Sibuk banget kan? Terlebih banyak juga yang akhirnya jadi pilih bikin
akun baru gara-gara gak mau berhubungan lagi sama mantan. Kalau satu
pacar satu akun, berarti udah berapa akun dengan nama kita? Selain itu,
gak enak kalau berantem di sosial media. Orang lain yang membacanyapun
hanya bisa memberi dua respon : ilfeel sama kita atau dia peduli tapi
gak bantuin. Dan yang paling lucu, kalau lagi berantem di twitter misalnya wall to walll.
Ce: Kamu gak ngerti aku. Kamu jadi nyebelin
Co: nyebelin gimana sih?
Ce: kamu tuh apa-apa ngadu sama
temen-temen kamu, sama kakak-kakak kamu, mereka jadi tau masalah kita.
Kamu tau kan aku paling gak suka kalau masalah kita dicampuri orang
lain?
Hallow~ kalau gak mau orang lain ikut campur, kalau
gak mau orang lain tau, yaa jangan diumbar di sosmed laah~. Lu pikir
yang jadi follower atau friend kita cuman lu doang? Engga kan~
Sahabat~ relationship itu bukan main-main. Pernah
nih ada kasus temen dilla yang ganti-ganti relationship. Hari ini
berpacaran, tiga hari kemudian menikah, seminggu kemudian menjalin
hubungan tanpa status, terus jadi lajang. Hallow~ gampang banget
ganti-ganti sob :) . Yang ada bukan menarik simpati dari orang lain,
yang ada hanyalah cibiran-cibiran yang kita dapatkan. Gak percaya?
Silahkan buktikan.
Di Indonesia ini orang-orang yang dikenang karena
“sensasi”nya akan jauh lebih membekas di orang-orang sekitarnya. Tapi
orang-orang yang dikenang atas jasanya hanya akan dikenang pada beberapa
tahun itu saja. Selebihnya lupa.
Betapa orang lain akan lebih mengingat aib kita
dibanding kebaikan kita. Seperti kata pepatah, “semut di seberang lautan
nampak, gajah di pelupuk mata tak nampak”. Ya~ besar sekali
kecenderungan kita untuk mengingat aib-aib [ ini manusia secara umum].
Kita sering mengomentari orang dan mengorek keburukan mereka tanpa kita
bercermin dan memperbaiki diri. Orang lain sibuk mencari aib kita, dan
kita sendiri malah sibuk mempublikasikan aib kita. Nah, jadinya klop
kan? Dua-duanya sibuk dan dua duanya untung sekaligus dua duanya rugi!
Sahabat, bukan maksud melarang untuk aktif di
sosmed. Jujur, Dilla sendiri cukup sering nangkring di depan laptop
sambil buka akun. Tapi kita jadikan akun-akun kita lebih bermanfaat.
Jadikan media untuk saling menasehati dan saling mengingatkan. Bukankah
itu adalah perbuatan yang akan jauh lebih bernilai?
And about the relationship, I don’t understand why they include them in social media. So far I don’t understand what the benefits are given regardless of whether it is “true or not”. But if you really are married, maybe the goal is very clear that no one else is bothering you because you already have a husband or wife. These reasons may be acceptable, but other than that, it was just useless in the relationship to include social media. if only for the thrill-seeking, it is not the right way, friend…
dwn
Komentar
Posting Komentar