Jawaban Kebaikan #1
Kebaikan adalah…
- Iman
“Akan tetapi sesungguhnya
kebajikan itu adalah beriman kepada Allah, hari kemudian,
malaikat-malaikat, kitab-kitab, dan nabi-nabi.”
Inilah pondasi keimanan, akar
tauhid : AQIDAH. Kebaikan sesorang terlihat dari keimanan yang
melahirkan amal sholeh, bukan keimanan yang mampu menggerakkan
kehidupan. Iman kepada Allah adlaah titik perubahan dalam kehidupan
manusia. Allah adalah al Ma’bud – Hanya kepada Allah manusia menhambakan diri. Iyyaka Na’budu wa Iyyaka Nasta’in.
Oleh karena itu, seorang manusia yang beraqidah Islam memiliki beban tugas untuk melaksanakan tahrirunnas min ‘ibadatil ‘ibad ila ‘ibadatillaah – membebaskan manusia dari penyembahan sesama manusia kepada menyembah Allah semata.
Sangat jelas apa yang diuraikan oleh Syaikh Sayyid Sa’id as-Sayyid Abdul Ghanny dalam Al ‘Aqidatush Shafiyah Lil Fiqatin Najiyah bahwa aqidah Islamiyah bertujuan untuk:
a. Mengikhlaskan niat dan ibadah hanya kepada Allah.
b. Membebaskan akal dan pikiran dari berbagai konsep dan pemikiran destruktif.
c. Menenangkan diri dan pikiran.
d. Menyelamatkan tujuan hidup dan amal perbuatan dari penyimpangan ibadah atau muamalah.
e. Menumbuhkan semangat dan kesungguhan dalam menghadapi berbagai masalah dalam kehidupan.
f. Proses pembentukan umat untuk meneguhkan semangat beragama.
g. Sarana untuk menyampaikan diri pada kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Iman dimulai dari hati, at-tashdiiqu bil qalbi.
Hati yang beriman senantiasa dipenuhi kekuatan ketundukan, kepasrahan,
pengabdian, dan penhambaan yang tulus dan iklas kepada Allah. Hati jenis
ini mampu menangkap sinar terang hidayah Allah dan memiliki tanda
khusus diantaranya:
a. Mahabbatullah, yakni hati yang beriman dari hati yang selalu mencintai Allah (al-baqarah ayat 165 | at-Taubah ayat 24)
b. Al Inabah wat Twakkul ‘Alallaah,
yakni hati yang beriman adalah hati yang senantiasa mendorong
pemiliknya untuk selalu kembali kepada Allah dan bergantung kepada-Nya
(Ali-Imran ayat 159-160 | an-Nisaa ayat 81 | ath-Thalaq ayat 3)
c. Asy-Syauq Ilallaah, hati yang beriman selalu merindukan perjumpaan dengan Allah (al-Kahfi ayat 110)
d. Al Ithmi-nan Ma’allaah, yakni hati yang senantiasa mendorong pemiliknya untuk selalu tenteram bersama Allah (ar-Ra’d ayat 28 | Yunus ayat 7-10)
e. Al Hirshu ‘Alal Wakti, yakni hati orang yang beriman senantiasa penuh dengan pemanfaatan waktu yang maksimal (al-‘Ashr ayat 1-3)
f. Al Ihtimam bil Kaif, yakni
orang-orang yang mempunyai hati yang beriman dan melaksanakan amal
tidak hanya terrumpu pada kuantitas amal, namun pada kualitas amalnya
(al-An’am ayat 163 | al-Mulk ayat 2)
g. Al Hirshu ‘Alath Tha’ah, yakni hati yang selalu mengikat diri kepada ketaatan pada Allah (al-Baqarah ayat 285 | ali-Imran ayat 173)
h. Al Ittijah IIallaah, berorientasi hanya menharapkan ridho Allah (al-A’raf ayat 28-29 | Yunus ayat 1054-109)
lagi mager di kosan karena nunggu balasan email dari Gina untuk revisi artikel Ilmiah Praktikum Biokimia, tiba-tiba memperhatikan buku lama milik kakak yang sudah setahun bertengger di rak buku di kosan. Sempat tertegun ketika membaca (lagi) bab awal buku ini. halaman awal begitu mendobrak…setahun yang lalu…aah~ dulu aku hanya sekedar membaca mungkin, makanya aku tak begitu paham. mudah-mudahan saat ini Dilla sudah selangkah lebih paham. Tulisan di atas adalah tulisan pada halaman 4-6 dalam buku “Cerdas Emosi dengan Al-Quran” karya Ahmad Humaedi
Komentar
Posting Komentar