Menangkap Supernova : Langit belahan bumi selatan praktis menjadi miliknya sendiri

 
Redaksi Koran Tempo
Sydney-Ketika malam semakin tegas di Australia, dan sebagian besar penduduknya terlelap, Roberts Evans, 67 tahun, memilih bangkit dari peraduannya. Seperti pencuri, pensiunan pendeta itu mengendap-endap, berusaha tidak menimbulkan suara-suara yang akan membangunkan istrinya. Evans menuju pekarangan belakang rumahnya di Blue Mountains, sekitar 80 kilometer sebelah barat Sidney, Australia. Dari situlah setiap malam selama bertahun-tahun, Evans duduk berjam-jam di atas kursi kayunya mengamati langit dengan teleskopnya.
Evans tidak berupaya mendapatkan wangsit. Sebaliknya, dia asyik menggali ke dalam masa lalu, mencari sebuah kerlip baru di antara miliaran bintang yang mengisyaratkan fenomena supernova. Fenomena astronomi paling langka itu terjadi ketika bintang-bintang raksasa dalam masa-masa sekaratnya menuju kematiannya, lalu meledakkan daya yang spektakuler.
Tetapi, tanpa banyak disadari oleh publik luas, Evans sendiri adalah sebenarnya adalah sebuah fenomena. Dia adalah seorang bintang dalam komunitas astronomi internasional. Teleskop berukuran 16 inci di belakang rumah, ditambah daya ingatannya yang luar biasa mencengangkan terhadap berbagai pola bintang di langit, membuatnya menyandang gelar kampiun dunia penemu visual supernova.
Sejak ahli astrofisika Amerika kelahiran Bulgaria, Fritz Zwicky, mengungkapkan hipotesis pertama soal supernova pada 1930-an, sekitar 80 supernova telah ditemukan secara visual oleh para astronom di berbagai belahan dunia. Dari jumlah itu, 39 diantaranya ditemukan sendiri oleh Evans dan dicatatkan oleh Uni Astronomi Internasional (IAU).
Selama hampir 24 tahun sejak menekuni hobinya mengagumi "lukisan" langit malam hari, Evans beruntung menjadi satu-satunya astronom amatiran di belahan bumi selatan, bentangan langit bumi selatan menjadi miliknya sendiri dalam petualangannya mencari supernova. Sementara itu, yang lain harus bersaing di belahan bumi utara.
Namun, keuntungan terbesarnya adalah kelebihan daya ingat yang dimilikinya atas gambaran pola-pola bintang di langit. Sekali memindai langit, Evans mampu mengingat hingga 400 galaksi, yang secara literal, berisi miliaran bintang. Daya ingat itu membimbingnya untuk selanjutnya dapat menentukan keberadaan sebuah bintang baru ketika bintang itu muncul.
Dalam buku terbarunya A Short History of Nearly Everything, penulis Amerika Bill Bryson mempersembahkan salah satu babnya untuk keistimewaan yang dimiliki Evans. Bryson melukiskannya: "Untuk memahaminya, bayangkanlah sebuah meja makan biasa yang ditutup dengan sebuah taplak hitam. Taburkanlah segenggam garam ke atas taplak itu. Sebaran garam di atas taplak dapatlah dipikirkan sebagai sebuah galaksi. Kemudian, bayangkan 1.500 meja bertaplak hitam serupa dengan yang pertama - kalau dibariskan meja-meja itu panjangnya bisa 3,2 kilometer-masing-masing dengan sebaran acak butiran garam di atasnya. Sekarang, tambahkanlah sebuah butiran garam ke meja yang mana pun dan biarkan Bob Evans berjalan melintasi meja-meja itu. Secara sekilas dia akan dapat menemukan satu butir garam yang dilemparkan paling terakhir itu. Butir itu layaknya sebuah supernova.
Tahun lalu, Evans menyumbang temuan empat supernova, termasuk salah satunya pada Juni yang secara resmi didaftarkan sebagai SN 2003gd. Evans mendapatinya di dekat galaksi M-74 dalam konstelasi Pisces. Evans memprediksi, supernova itu berjarak sekitar 25 hingga 30 juta tahun cahaya dari bumi (1 tahun cahaya = 9,5 triliun kilometer). Ini berarti ledakan yang disaksikannya terjadi 25-30 juta tahun yang lalu-terlalu jauh untuk dapat mempengaruhi bumi.
Temuan itu adalah supernova ketiga yang sebelumnya diobservasi sebgai sebuah bintang. Meski tidak terdeteksi oleh teleskop Evans, bintang itu telah tertangkap teleskop Hubble milik NASA, kurang dari setahun lalu. Teleskop itu mengorbit 600 kilometer di atas bumi. Temuan itu untuk pertama kalinya memastikan teori yang telah lama diyakini bahwa sejumlah bintang paling massif di jagat mengakhiri hidupnya dengan ledakan-ledakan besar supernova.


Jika Bintang Sekarat
Bintang-bintang yang berukuran lima kali atau lebih daripada matahari (diameter matahari 1,4 juta kilometer) kita mengakhiri hidupnya dengan cara yang sangat spektakuler; mereka ber-supernova. Itu terjadi ketika bahan bakar bintang untuk melakukan reaksi fusi di dalam intinya sudah habis. Proses fusi sendiri berperan menciptakan tekanan ke arah luar untuk mengimbangi gaya tarik dari massanya yang besar.

  1. Membengkak :
    Bintang membengkak menjadi sebuah red super giant (membengkak karena mengeluarkan inti heliumnya ke permukaan). Di bagian dalam, inti bintang takluk kepada gaya tarik dan mulai menyusut. Seiring dengan penyusutan itu, bintang semakin panas dan padat.
  2. Inti Besi:
    Ketika di inti hanya tertinggal unsur besi (struktur nuklir besi tidak memungkinkan atom-atomnya untuk reaksi fusi menjadi elemen yang lebih berat), kurang dari satu detik kemudian, bintang memasuki fase final dari kehancurannya.
  3. Meledak:
    Suhu pada inti berkembang menjadi 100 miliar derajat. Energi dari inti ditransfer menyelimuti bintang, yang lalu meledak dan menyebarkan gelombang kejut. Begitu gelombang menerpa material di lapisan luar bintang, material menjadi panas, berfusi menjadi elemen-elemen baru dan isotop-isotop radioaktif.
  4. Lontaran:
    Gelombang kejut lalu melontarkan material itu ke ruang angkasa. Bahan-bahan ledakan itu kini dikenal sebagai bekas-bekas supernova.
Fenomena supernova sangat penting bagi kita untuk dapat memahami galaksi. Energi yang dilepaskan sebuah bintang massif yang meledak akan memanaskan medium antar bintang, mendistribusikan sejumlah besar elemen ke seluruh galaksi, dan mempercepat laju sinar kosmis. Selain melalui ledakan bintang massif, fenomena supernova dapat terjadi karena transfer massa bintang putih kecil dalam sistem bintang kembar.
"Mereka meledak setara dengan gabungan kekuatan satu triliun bom hidrogen, dan apabila mereka lebih dekat-katakanlah beberapa ratus tahun cahaya-mereka akan menyapu kehidupan dari bumi," kata Evans.
Berdasar waktu geologis saat ini, supernova-supernova yang telah ditemukan berjarak ribuan atau jutaan tahun cahaya dari bumi. "Terlalu jauh untuk menyebabkan kerusakan, meski telah berkembang spekulasi bahwa supernova inilah yang menyebabkan kontaminasi di bumi yang memusnahkan dinosaurus," kata dia.
Terpisah dari ancaman yang mungkin dibawanya, Evans menyatakan supernova telah menjadi subyek oleh keseluruhan industri astronomi profesional, sebagai sebuah indikator penting dari "melarnya" jagat raya.
Sebagian ilmuwan meyakini, siraman (shower) mineral-mineral atom ke jagat raya yang dihasilkan supernova mungkin menjadi pangkal penyebab dinamika besar dalam penciptaan kehidupan di bumi.
"Ledakan-ledakan supernova menghasilkan dan mendistribusikan elemen-elemen kimia yang menyusun segala sesuatu di jagat raya yang tampak-terutama kehidupan," ujar seorang pakar internasional, Stephen Smart dari Cambridge University.
"Akan sangat penting bagi kita untuk mengetahui bintang-bintang seperti apa yang memproduksi building blocks ini kalau kita memang ingin memahami asal-muasal kita."
Sumber : Koran Tempo (27 Juli 2004)

Komentar

Postingan Populer