Ukhti, maafkan aku yang suudzhan terhadapmu...


Ukhti, maafkan aku yang suudzhan terhadapmu...

Bismillahirrohmanirrohim..
Assalamu’alaikum, temen-temen.. gimana kabarnya?? Hm,, pasti sehat~kan? Insya Allah kita senantiasa dalam lindungan-Nya. Amiin.
Heran juga, kenapa ya blog ini malah lebih cenderung kayak curcol-curcol-an aku? Hm.. mudah-mudahan gak masalah buat temen-temen. Aku di sini hanya sharing pengalaman yang menurut aku bisa diambil nilai moralnya.
pengalaman adalah guru paling berharga”. Temen-temen pasti udah tau pepatah ini. Tapi, temen-temen tidak akan punya banyak waktu untuk mencoba semua pengalaman setiap orang. Jadi, minimal temen-temen bisa mengambil pelajaran dan menerapkan nilai positifnya. Amiin. Ya, inilah celotehanku hari ini... chek this out!

Well, setelah sebulan tak pulang, akhirnya Jumat (4 Mei 2012) aku pulang dan menegaskan diri “aku bukan neng Toyyib”.haha.
Ya, di rumah sungguh menyenangkan, walaupun tidak lengkap (karena tetehku yang kedua tidak pulang), tapi di rumah terasa sangat nyaman. Home sweet home. Ya, Alhamdulillah aku masih diberi kesempatan umur bertemu dengan orang tua, dan aku sempat memberikan sebuah buku untuk mamah. Sebuah buku yang memang sudah lama dan memang bendanya gak seberapa, tapi insya Allah bermanfaat. Judul bukunya “Sudah Benarkah Sholatku” karya Ust. Aam Amiruddin, lengkap dengan cd panduannya. Huaa, senangnya..:)
Komentar dari papa dan mama aku dengarkan. Mama bilang “Alhamdulillah, si bungsu jilbabnya udah lebih baik, mudah-mudahan hatinya juga lebih muslimah.” Amiin mama, mudah-mudahan jilbabku gak sekedar busana. Dan komentar dari papa setelah sebulan kami tak berjumpa, “Dil, kenapa makin gak mancung?”. Olala.. poinnya adalah “Kenapa makin pesek?”. Ah, papah. Aku tau hidungku tak semancung kakak-kakakku, tapi tak apa-lah, setidaknya itu hal yang membuatku tertawa,, hihi.
5 Mei 2012 aku pergi ke tempatku menimba ilmu kala aku berseragam putih-abu. Ya, SMA Negeri 1 Cianjur. Hari ini adalah Grand Closing event terbesar di sekolahku, SPECTA7. Ya, sudah dijanjikan, kami anak-anak sublime [nama kelasku waktu kelas 11 dan 12] akan mem-birukan lapangan smansa. Janjiannya jam 11 nih, udah on time, eeh,, pada dateng siang. Olala, Indonesia—dengan jam karetnya. Tapi tak apa, aku bisa ngobrol-ngobrol dulu dengan beberapa adik kelas. Tak banyak anak sublime yang datang. Yang hadir hanya Biki, Erlin, Endah, Fitriannissa, Puspita, Hilda, Lutvia, Dina, Dera, Herdi, Yusman, Eliza, Siti Anisa, Rosi Sulis, Melida, Julivia, dan aku. Ya,, walaupun tak banyak tapi setidaknya kami bisa melepas kerinduan yang lama terpendam [duile, bahasanyooo].
Setelah bersenang-senang menikmati suguhan musik yang—akusendiri tak mengerti, yang berkesan hanya performance drummer dari Abdul. Yoou! Skill-nya ajib buanget!
Ya, jam 17.45 akhirnya aku pulang dengan senyum lebar [emangnya abis dari pameran pasta gigi?]. puas sekali bisa berkumpul dengan teman-teman sublime.
Malam hari ngejurkot farfis [dibaca:rutinitas]. Esoknya aku harus kembali ke Jatinangor. Aku berangkat dari rumah selepas sholat Ashar.
Well, ini cerita sesungguhnya yang berkaitan dengan judul celotehan ini.
Aku duduk tepat di belakang sopir bis Karunia Bakti dengan trayek “Garut-Jakarta”. Aneh, aku adalah penumpang pertama. Tak seperti biasanya, tiba-tiba bus kosong, padahal biasanya penuh. Lalu penumpang naik satu persatu di perjalanan. Di daerah Ciranjang ada 3 orang ibu-ibu dan 1 anak perempuan yang naik, hendak ke Padalarang. Gadis perempuan itu duduk di sebelahku. Badannya berisi namun tidak tinggi. Dia menggunakan kerudung [alhamdulillah]. Entah kenapa, belum juga satu menit setelah gadis itu duduk, dia langsung sksd sama aku. “Teh, gadung facebook teu?”, jujur aku kaget. Dalam hati aku bertanya: ini orang ngapain nanya-nanya fb aku. Aku jawab “gaduh, teh” dengan senyum yang nyaris dipaksakan. ‘Tiasa pang mukakeun fb abdi teu?” tanyanya sambil menaruh handphone Cross-orage-nya ke tanganku. Aku makin heran. Apa maksudnya ini? Lantas seperti dihipnotis aku nurut-nurut aja bantuin buka fb dia. “Teh, namina [sensor] sanes?” tanyaku. Dia mengangguk. Olala. Ini akunnya udah kebuka di hapemu teteh..ujarku dalam hati. “Ieu, tos kabuka teh.” Ujarku. “Pang mukakeun poto abdi.” Titahnya [kalau orang sunda bilangnya poto, bukan foto.hihihi]. hm.... gumamku dalam hati. Lantas aku buka profile picture-nya. Huaa,, teteh ini narsis juga.haha. setelah membuka, aku berikan handphonenya. “Ieu teh, atos.”, tanpa mengabaikan ucapanku dia bilang “pang milariankeun rencangan abdi ih teh.” Ya Allah,, aku makin heran. Apa-apaan ini? Mencoba bersabar aku tanya “saha namina teh?” lalu dia menyebutkan nama temannya, nama lengkap. Search. Yassalam. Belum berteman, mana di-private, gimana mau lihat? Aku katakan seadanya sambil memberikan handphone ke tangannya. Dan setelah itu hening--. Sesekali aku mendapatinya sedang memperhatikanku. Sempet ngeri juga siih.
Hampir melewati Rajamandala terjadi obrolan di antara kami. “Bade ka mana teh?” tanyaku membuka pembicaraan. Mereka hendak ke Padalarang [sebenernya udah tau, cuman basa-basi aja sihih, hihi]. Dalam pembicaraan dia menyangkaku anak smp [ya Allah, ini gara-gara baby face atau gara-gara aku kecil... -___-], pantesan aja dia sksd, dia pikir dia seumuran sama aku. Ya, ukhti ini adalah Asri. Usianya 14 tahun. Di usianya yang belia ternyata dia tidak bisa mengenyam pendidikan. Dia hanya tamatan SD, punya tiga kakak yang semuanya sudah menikah di usia muda. Aku tak berani menanyakan kenapa dia putus sekolah, karena kurang-lebih aku tahu jawabannya, dan aku rasa sangat lancang jika aku menanyakannya. Asri sekarang hanya di rumah membantu kedua orang tuanya—aku tak tau apa pekerjaan orang tuanya, karena aku canggung untuk menanyakannya. Dia terus bercerita tentang penggalan-penggalan kisah hidupnya. Ya, dia bilang sejak kecil dia tidak berani membuat mimpi, karena dia melihat keadaan kakak-kakaknya yang menikah muda demi melepas beban orangtua. Ya Allah, hamba yakin tak ada yang sulit bagimu.. berikanlah secercah harapan membangun mimpi untuknya ya Allah. Asri mengidap penyakit kista. Aku sedikit tau tentang penyakit ini, tapi jujur aku tidak bisa memberi saran apa-apa. Dia bilang dia punya pacar namanya Riki. Riki itu anaknya alay bangetlah, Asri memperlihatkan sms-smsnya padaku [huaa,, maaf ya Riki, bukan salahku].
Ya Allah, untuk keadaan sekarang mungkin aku lebih beruntung dibanding Asri, aku masih punya semangat untuk meraih mimpi, dan aku masih punya kesempatan mengenyam pendidikan. Aku yang awalnya suudzan pada Asri, tiba-tiba iba. Ya Allah, di negeri yang “katanya kaya” ini, masih banyak orang-orang seperti Asri. Selain masalah finansial, membangun semangat justru tidak kalah sulit. Ya Allah, ilmu-ilmu motivasi yang aku dapat kenapa belum pernah ku bagikan pada teman-teman seperti Asri? Bagaimanapun Asri adalah salah satu pemuda yang akan menjadi penerus bangsa ini, orang-orang yang seharusnya membangun negeri ini suatu hari nanti.
Aku pikir bukan tempatnya jika di dalam bis aku memberikan materi motivasi-motivasi, karena aku belum sepenuhnya mengenal keadaan keluarga Asri. Takutnya nanti dibilang so tau. Gimanapun, memberi pertolongan harus pas target-waktu-kondisinya. Iya kan?
Hm,, ada dua buku yang lagi ngadem di ranselku. Setelah berpikir cukup lama, akhirnya ku rogoh buku dalam ranselku. “Asri suka baca?”, dia mengangguk. Lantas aku berikan satu buku [buku yang belum sempat kubaca]. Aku sendiri belum tau apa isi bukunya. Yang aku tau, buku itu adalah buku inspiratif. Ya, walaupun ini buku udah lama dan baru sempet beli, tapi aku harap bisa menjadi pengobat luka atau bahkan pemberi semangat untuk Asri. Buku berjudul “5cm” ini akhrinya resmi kuberikan. “Ieu kanggo Asri, mudah-mudahan saatos macana Asri janten langkung sumanget. Insya Allah aya jalan ti Allah kanggo hamba-hamba-Na nu sabar.” Dia tersenyum sambil menyambut bukuku, huaa..senangnya. “Jangan takut bermimpi, mimpi tidak hanya bisa diraih melalui bangku sekolah. Asalkan Asri mau dan pandai memanfaatkan kesempatan, Asri pasti bisa kok.” Ujarku selanjutnya. Ucapan terimakasih terucap dengan senyuman lebar dari bibirnya. Alhamdulillah, bahagia sekali ya Allah. Lantas dia bertanya dimana sekarang aku sekolah, aku jawab seadanya dan secukupnya. Mudah-mudahan janten dokter nu hebatnya teh.” Ujarnya. Gubraaak! Farmasi bukan buat jadi dokter dek,, tapi aku tak berani melaratnya, cukup tersenyum saja. Hihi. Di tasku satu buku yang sekarang ngejomblo [gara-gara yang satunya aku lepas] adalah bukunya Raditya Dika “Manusia Setengah Salmon”, aku tak berikan karena aku pikir asri lebih membutuhkan buku motivasi dibanding buku yang bisa membuat senyummu lebih lebar 2cm ke kanan dan ke kiri. Hihi.
Tak lama kemudian dia turun dengan tiga orang ibu yang naik bersamanya. Ya, salah satunya adalah ibunya. Berbahagialah ibu, anakmu masih sabar walaupun putus sekolah, walaupun dia sakit, dia tetap membantu di rumah. Buatlah dia bangkit untuk menggambar-mengukir-dan meraih mimpinya. Karena orangtua akan selalu ada di setiap jejak langkah sejarah anak-anaknya. Dan Allah akan selalu ada di setiap hebusan napas bismillah kita.
Yah, itulah kisah perjalananku kemarin.
Pesan buat temen-temen:
1.    Jangan takut untuk bermimpi;
2.    Bersabar bukan berarti tak melakukan apa-apa;
3.    Bagilah apa yang bisa kau bagi, kecuali cinta, cinta tidak boleh terbagi..haha [apaan sih?].
4.    Kenali lawan bicaramu, benarkah dia anak es-em-pe? Haha.

Menuliskan mimpi, kau bisa melakukannya sendiri,
Tapi untuk mewujudkannya, kau perlu orang lain.
Allah ada untuk mengawasi dan menemanimu, impianmu ada di depan mata, masa lalumu ada di belakang pundakmu, dan orang-orang yang menyayangimu ada di sebelahmu. Mampukah kau mengabaikan semua arah ini?
Jadikan langkah dan napas kita adalah langkah dan napas bismillah,
Langkah yang senantiasa dalam bimbingan Allah.
Napas yang senantiasa diridhoi Allah.
Salam perubahan,
Demi pribadi yang lebih peduli dan optimis.

Komentar

Postingan Populer