Salah Memahami Makna Kata #bagian dua: Kejujuran
Salah
Memahami Makna Kata #bagian dua: Kejujuran
Namun
terlepas dari itu, aku bersyukur mengenal kalian..
Kejujuran, satu kata yang familiar ditelinga
namun cukup menggelitik. Mengapa? Banyak diantara kita yang tahu definisi-tahu
bagaimana menerapkannya-apa manfaatnya. Tapi banyak yang salah kaprah dalam
penerapannya, atau bahkan banyak yang menutup mata dan tidak
mengaplikasikannya.
Alasan mengapa menulis postingan ini adalah karena sepertinya
aku telah mengalamu kasus di atas, aku salah mengaplikasikan kejujuran. Pernah
ku tulis di postingan sebelum-sebelumnya bagaimana dengan polosnya aku menggambarkan
perasaan pada seorang ikhwan. Perasaan yang diciptakan secara
fitah, namun kukotori dengan tanganku. Jujur pada perasaan itu memang harus, tapi
jujur dan mengatakan pada orang yang dimaksud? Apakah itu baik? Bodoh memang,
dan sayangnya itu telah terjadi. Banyak hal yang kuharap setelah kutulis ini. Semoga
Allah mengampuni khilaf ini. Ku harap kejadian pengakuan perasaan ini tak akan
terulang. Semoga aku bisa menhijab hati. Semoga dia bisa menghijab hati.
Semoga-sebuah nama yang Allah rahasiakan-bisa memaafkan khilafku.
Tidak berkata jujur artinya munafiq. Ya, itulah yang aku pahami
saat masa kecilku, mungkin hingga kemarin. Atas rencana Allah terbisik di telinga
ini untuk mencari mengenai apa itu munafiq. Dalam al-Quran,
definisi Munafiq digambarkan dalam Q.S Al-Munafiqun ayat 1-3. Dan ciri-ciri
orang munafiq telah disabdakan Nabi Muhammad dalam haditsnya.
Bagaimana terminologi menurut manusia? Belajar dari beberapa
tulisan dan pengalaman pribadi, aku memaknai jujur sebagai –sikap
dimana hati, pikiran, lisan, dan perbuatan berjalan beriringan dalam
lintasan-Nya. Ya, apa yang terbesit di hati, lalu dipikirkan, ingin diucapkan,
dan dieksekusi dalam perbuatan bisa berjalan harmonis namun tidak melenceng
dari ajaran agama Islam. ini menurut pemahaman dangkalku, mohon koreksi bila keliru.
Banyak hal terjadi di luar dugaan yang tentunya atas rencana
Allah. Masa kuliah dimana kita bisa semakin jauh dari pengawasan orang tua,
dimana kita menemukan lingkungan ekstrem yang baru, menemukan karakter manusia
yang lebih unik, dan semakin rawan untuk terjerembab dalan kenistaan pergaulan.
Masa kuliah ini kau juga diizinkan Allah untuk berkenalan dengan
orang-orang hebat. Aku ketemu kang Salman (Muhammad Salman
Alfarisy), dia
seniorku di SMA. Dia orang yang hebat dan memberiku pelajaran akan pentingnya
sebuah perencanaan, memberiku contoh agar lebih bisa melakukan apa yang jelas
tujuannya, mengucapkan apa yang diketahui maknanya, dan dia yang secara tidak
langsung telah membangunkan putri malas. Aku lebih terstimulasi untuk mencari
dan menggali lebih dalam mengenai agama yang ternyata masih banyak yang belum
kupahami. Walaupun banyak teman yang mengatakan aku banyak berubah, tapi insya
Allah aku berubah bukan untuknya, aku berubah memang atas perannya dan jelas
atas campur tangan Sang Penguasa Hati manusia.Melalui kang Salman aku bertemu
dengan teh Aneu, kang Tiar, dan Mesa.
Teh Aneuadalah sosok perempuan yang hebat,
darinya aku bisa belajar mengenai agama. Beliau sering membagikan ilmunya
padaku. Tidak hanya ilmu agama yang dimiliki, tapi beliau juga memiliki cara
mendidik anak yang sangat luar biasa. Jauh memang, aku belum memikirkan
mengenai perencanaan pernikahan. Tapi sering terbesit dalam pikiranku
pertanyaan sekaligus kekhawatiran seperti ini “orang tua kita aja
susah ngedidik kita di era seperti ini. Apalagi kita nanti dengan tantangan
zaman yang semankin aneh.”Dalam kegamangan atas pemikiran seperti itu, dengan kuasa Allah,
aku membaca buku karya Salim A. Fillah. Entah mengapa mataku tiba-tiba tertuju
pada bagian keempat dari buku itu. Tanpa membaca bab-bab sebelumnya, aku
langsung membaca bab keempat dengan tagline “Menenun Jalinan Cinta”. Di sini
aku mendapatkan sebuah jitakan keras. Aku yang selallu berkata “Ah, nikah?
Masih jauh!” Benar, pernikahan memang bisa direncanakan jauh atau dekatnya
selama Allah sudah mempertemukannya. Tapi ada hal yang aku lewati dan kini
kutemukan ini. Perencanaan pernikahan memang harus dipersiapkan dengan matang.
Bukan mempersiapkan bagaimana nanti resepsinya-di gedung mana-berapa biayanya,
tapi bagaimana merencanakan yang lebih luar biasa setelah pengikatan itu sah.
Bagaimana menjadi pasangan yang bisa menjaga kesetiaan dan keharmonisan, bagaimana
menjadi figur orang tua, bagaimana mendidik anak dengan segala tantangan, dan
lain-lain. Ini benar-benar membangunkanku dari anggapan tenggelamku. Terima
kasih ya Allah. Dalam hari yang sama kau memberikanku petunjuk yang mengalir
dan nyaris tak hamba sangka. Rencanamu sungguh luar biasa.
Kang Tiarjuga adalah sosok luar biasa.
Walaupun sampai detik ini aku tak pernah bertemu dan tak pernah mengetahui
bagaimana wujudnya, tapi aku sering menanyakan beberapa masalah mengenai
problematika remaja yang harusnya berlandaskan islam kepadanya. Setiap
mendapatkan kajian dari beliau, aku sering melongo. Aku yang biasanya maen
iya-iya aja justru diajak berpikir agar melakukan sesuatu atas dasar alasan dan
hikmahnya. Jangan sampai melakukan pekerjaan sia-sia yang tidak berdasarkan
ajaran Islam, atau kita sendiri tidak tau tujuannya. Sedikit banyak aku mulai
belajar dari beliau. Walaupun belum maksimal aku aplikasikan. Namun ketika aku
khilaf, aku sering teringat pesan beliau.
Mesa, adik dari
kang Tiar. Sosok adik
yang ceria dan shalihah. Walaupun dia adik kelasku, tapi darinya aku mendapat
tamparan bagaimana seharusnya menempatkan diri kita sebagai seorang perempuan.
Dalam hal bergaul dengan ikhwan jelas aku sudah melakukan banyak kesalahan.
Tapi sedikit banyak ada beberapa kebiasaan yang kuperrbaiki dari cara
berhubungan dengan ikhwan terutama dari intensitas berkomunikasi melalui sms.
Terimakasih karena kalian bisa menjadi penyebab
perubahanku.
Walaupun sekarang aku belum menjadi apa-apa dan
siapa-siapa.
Komentar
Posting Komentar