Sekotak Susu Ultra Cokelat
Bismillahirrohmanirrohiim,
Assalamu’alaikum
teman-teman,, hua,,, lama gak ceritan pengalaman yang ngasih pelajaran nilai
kehidupan.
Oke,, Dilla mau
sharing cerita,, kisah nyata yang diceritakan oleh seseorang yang dengan rela
menceritakan kepiluan hatinya padaku di sebuah perjalanan pengembaraan anak
adam.
Track pas nulis:
Bila Waktu tlah Berlalu by Opick
Maha Melihat by Opick feat Amanda
Ketika Kaki dan Tangan Berkata by Chrisye
Oke, berawal dari
perjalanan pulang ke Cianjur pada Jumat malam (selepas magrib) pada 22 Juni
2012. Bis Doa Ibu dengan trayek Tasik-Jakarta yang kunaiki ini sangat padat dan
sesak. Nyaris saja aku tak mendapatkan kursi, namun Alhamdulillah Allah membuka
pintu hati seorang bapak berusianya kira-kira 35 tahunyang dengan kesadarannya mempersilahkanku
duduk dan dia lekas berdiri [sangat terharu,, udah jarang nemuin orang seperti
beliau, kecuali di iklan aja. Makasih bapak, semoga Allah membalas kebaikan
bapak..].
Kini aku duduk di
kursi dengan jok kursi 2. Tepat di sebelah kiriku duduk dengan manis seorang
ibu yang nampaknya sangat kelelahan. Akhirnya bis melaju dengan kencang tanpa
hambatan melewati ruas jalan tol Padalarang-Cileunyi, [iya lah yah tanpa
hambatan, namanya juga jalan tol=jalan bebas hambatan]. Sepanjang perjalanan
dari gerbang tol masuk hingga keluar aku hanya bisa tertidur, hari ini sungguh
melelahkan. Tepat di padalarang aku terbangun karena suara gaduh para penumpang
yang turun. Lama bis berhenti di sana sebab banyak penumpang yang turun di Padalarang,
alhasil sopir dan kondektur mencari penumpang baru.
Haus,, ya.. itu yang
aku rasakan. Haus dan gerah! Sayang aku tidak membawa perbekalan air, namun
untunglah ada penjual minuman yang menawarkan dagangannya di bis. Sepanjang aku
bepergian menggunakan bis, ini pertama kalinya aku membeli minuman di bis. Dan
aku baru tau kalau harga minuman di bis cukup mahal [apalagi untuk kantong
mahasiswa -___-,,], tadinya kepikiran beli pocary sweat, cuman gak jadi,
kemasannya kurang meyakinkan karena nampaknya sudah tergores, dan aku takut
segelnya kurang terjamin [maaf ya pak,, aku agak suudzhan]. Akhirnya kuputuskan
untuk membeli susu ultra cokelat 200 ml yang harganya limariburupiah! Sempet
kaget, padalah kalau beli eceran biasanya kayaknya cuman tigariburupiah, ya
sudahlah akhirnya mau gak mau mesti beli demi hasrat tenggorokan.
Sebelum meminumnya,
kutawari ibu yang duduk di sampingku, namun dia menolaknya sambil tersenyum. Ku
balas dengan senyuman karena aku sendiri tak mengerti mengapa dia tersenyum
padaku. Satu sedotan pertama, lalu ku tarik napas. Agak risih karena kudapati
ibu ini masih memperhatikanku. Akhirnya aku menoleh dengan sedikit senyuman.
Tiba-tiba kusadari air muka ibu ini berubah. Dengan pandangan hampir kosong dan
dengan suara yang lirih [entah tidak terdengar jelas karena gaduh] ibu itu
berkata, “si Eneng oge resepeun susu ultra cokelat da.” Tak mengerti tujuan
mengapa ibu itu berlirih seperti itu, dan dengan muka gelagapan ku balas hanya
dengan senyuman. Mencoba berbasa-basi, akhirnya ku tanya “Mulih ti mana ibu?”.
Ibu itu menjawab “tos ti Tasik ibu mah neng.” Lalu terjadilah percakapan di
antara kami.Setelah ibu menanyakan dimana rumah dan dimana aku sekolah, Ibu ini
akhirnya bercerita tentang putri semata wayangnya [dia tidak menyebutkan nama
putrinya]. Gara-gara sekotak susu ultra cokelat Ibu ini menjadi teringat pada
putrinya, yang telah meninggal lebih dari setahun yang lalu. Innalillahi. Agak
merasa kurang enak juga karena ulahku membuat luka lama ibu terbuka. Namun
entah mengapa Ibu ini malah bercerita. Dari rangkaian kata-kata lirih yang dia
rangkai aku mendapat kesimpulan bahwa putrinya meniggal di sore hari tepat
setelah pengumuman kelulusan ujian Nasional 2011. Kalau aku ingat-ingat berarti
itu tanggal 16 Mei 2011. Putri semata wayangnya meninggal setelah mengalami
kecelakaan lalu lintas bersama seorang temannya--yang kemudian ibu itu tahu
bahwa orang yang bersama putrinya adalah seseorang yang sedang menjadi pacar
putrinya (berdasarkan pengakuan teman-teman putrinya dan bukti sms di handphone
putrinya). Kecelakan lalu lintas yang merenggut nyawa putrinya ini memang
sangat menyakitkan bagi ibu. Kulihat genangan air mata di sudut mata kanannya,
dengan refleks ku berikan ia tissue. Seraya mengusap air matanya ibu itu
berkata, “mun si eneng aya keneh, pasti saageng eneng.” Ya aku baru sadar kalau
aku lulus taun lalu juga, berarti putri ibu ini seangkatan sama aku. Ya Allah..
tak kuat menahan sesak napas karena terharu, aku merasakan mataku agak panas,
kupejamkan mata agar air mata tak keluar.
Ibu ini adalah single parent, suaminya sudah meninggal
sekitar 4 tahun yang lalu akibat peradangan otak. Dan sejak saat itu beliau
membesarkan putri semata wayangnya seorang diri. Subhanallah, hebat sekali ibu
ini.Ibu ini adalah seorang pegawai perusahaan minuman di daerah Bandung. Dia
yang memilih menjadi wanita karir demi masa depan anaknya nyaris menyita
waktunya untuk anak semata wayangnya. Dengan air mata yang masih mengalir ibu
itu berkata bahwa kadang dia menyesal mengapa dia tidak bisa mengawasi anaknya
dalam bergaul. Andaikan dia bisa memprioritaskan perhatianya pada putrinya,
mungkin hal ini tak akan terjadi, begitu katanya. Andaikan dia tahu lebih dulu
bahwa anaknya berpacaran dan sering berboncengan, mungkin dia akan lebih intens
memperhatikan anaknya. Kedekatannya dengan putrinya hanya sebatas memasakkan
makanan-menonton-menanyakan sekolahnya-membiayainya-titik. Ibunya jarang sekali
menanyakan bagaimana keadaan dia di lingkungannya. Dan itu adalah kesalahan
yang disadarinya.
Putrinya meninggal sebelum
ibu tiba di rumah sakit, dan itu hal yang sangat menyakitkan baginya, sedangkan
teman yang memboncengya mengalami patah tulang. Sebuah penyesalan yang sangat
mendalam adalah karena dia tidak bisa menjalankan amanahnya sebagai seorang ibu
sekaligus sebagai ayah sepeninggal suaminya.
Ibu itu berhenti
bercerita. Dia masih menangis. Dan aku mati gaya, entah harus berkata apa. Dan
entah mengapa tangan kiriku refleks mengelus pundak kanan ibu ini. Suasana menjadi hening diantara kami.
Beberapa menit kemudian ibu ini terlihat lebih tenang. Dia meminta maaf karena
dia telah bercerita. Merasa tidak enak justru aku malah menjawab kalau
seharusnya aku yang meminta maaf karena secara tidak sadar telah membuka luka
lamanya. Ibu itu berkata dia baik-baik saja., “Sawios neng. Doakeun we mudah-mudahan
putri ibu ditampi iman-islamna.” Kujawab, “Aamiin.”Suasana menjadi lebih tenang
tapi tidak secair saat ibu itu bercerita. Dan akhirnya ibu ini turun di daerah
Rajamandala.
Sebuah perjalanan
yang sangat memberikan banyak pelajaran bagiku.
Pelajaran mengenai
pentingnya peran seorang ibu terhadap pengawasan anaknya, pentingnya kedekatan
ibu dengan anak, pentingnya keterbukaan orangtua dengan anak.
Terimakasih ibu atas
kuliah unlimited-sks ini. Kisahmu bisa menjadi pelajran bagiku, terimakasih
banyak.
Salut buat ibu yang
masih bisa tegar dalam setaun ini, hidup tanpa suami dan anaknya. Semoga ibu
tetap sabar dan ikhlas bisa menjalani takdir Allah.
Mohon maaf karena
telah membuka luka ibu gara-gara sekotak susu.
Mohon maaf..
Komentar
Posting Komentar