Malin Kundang yang Terjebak di Dimensi :WAKTU
Selamat datang teman-teman,, lama gak nulis yah,, kangen juga,, :’)
Besok tanggal berapa? 23! Besok hari
apa? Hari senin!
Ya kali Dilla juga tau,,
Besok peringatan hari anak kan??
Yuk teman, kita bercermin. Tak perlu
memperhatikan bayangan orang lain, cukup bayangan kita saja.
Apa esensi dari peringatan hari anak
sih? Apakah ini ceremonial kebebasan kita sebagai anak? Atau momen dimana kita
diperlakukan bak kaisar?
Coba perhatikan, dari sejak dikandung
hingga sekarang pernahkah teman-teman merasa diperlakukan bak hamba sahaya atau
mungkin diperlakukan seperti binatang oleh kedua orangtua ? Kalau dibilang merasa, itu subjektif, tapi faktanya?? Jawabannya
teman-teman sendiri yang tahu,
Apapun itu, orangtua adalah hamba Allah
yang bersedia diberi amanah oleh Allah untuk membimbing kita ke surge Allah. Mereka
yang memberikan pendidikan pada kita sejak kita masih di kandungan.
Dewasa ini teman-teman pasti mendapati
banyak kabar yang mengiris hati tentang hubungan orangtua dan anak. Orang tua
yang membunuh anak, anak yang membunuh orangtua karena keinginannya tidak
dipenuhi, dan masih banyak kasus lainnya.
Teman-teman tentu sudah sering mendengar
tentang kisah Malin Kundang yang dikutuk ibunya karena tidak berbakti. Ah! Itu cuman
dongeng Dil! Benar. Memang –hanya sebuah dongeng. Tapi teman-teman sadar gak? Malin
Kundang kan dikisahkan dikutuk menjadi batu, pernahkan teman-teman sadari
bagaimana jika Allah membuat hati kita membatu dan kita tidak bisa menerima
hidayah dari Allah? Na’udzubillah.
Malin Kundang dikutuk menjadi batu. Titik.
Lantas jika kita melawan orang tua? Apakah kita Malin Kundang modern? Senangkah
teman-teman jika disebut “Malin Kundang Ber-BB” atau “Malin Kundang ber-tablet”?
Lantas pertanyaannya apa yang harus
dilakukan? Di momen hari anak besok, bukan berarti kita hanya berbakti esok
saja, tapi yuk kita jadikan sebagai momen kita menyadari kesalahan pada orang
tua dan mulai membenahi diri. Apalagi ini momennya bulan puasa temen-temen. Yuk,
kita berubah. Walaupun terkesan mudah di teori, tapi sedikit demi sedikit kita
harus mempraktekannya.
Ular saja berpuasa untuk mendapatkan
kulit muda dan baru dengan corak yang lebih unik.
Ulat saja berpuasa untuk menjadikan
dirinya menjadi kupu-kupu yang bias terbang dengan sayap indah warna-warninya.
Terus kita sebagai manusia yang berakal
gak mau berubah padahal kita berpuasa?
Tak ada kata terlambat untuk memulai
sebuah perubahan.
Hanya ada kata terlambat untuk berbakti
pada orang tua, yaitu saat napasmu tak menyatu lagi denga jiwamu.
Komentar
Posting Komentar