Terimakasih, kau membuatku tersadar.
Senin, 16 Juli 2012
Hari ini saudaraku Putia Sekarlati atau lebih akrab
dipanggil Puti akan mengikuti ujian masuk ke sebuah perguruan tinggi di daerah
Taman Sari. Seperti yang kujanjikan beberapa hari sebelumnya, aku ingin
menemaninya mengikuti ujian. Walaupun dipastikan aku tidak menemaninya mengikuti
ujian, setidaknya aku bisa menyemangatinya sebelum ujian. Yah, bagi seorang
pejuang bangku kuliah, beban mental nampaknya menjadi hambatan terbesar.
Kebetulan jadwalku kosong, akhirnya aku menemaninya ujian.
Puti adalah saudara (sepupu) dari ayahku. Usia kami
terpaut 2 tahun, dia anak yang ceria namun hobi menggalau [gak jauh sama aku
sih,,hahaha]. Aku menunggu dia keluar ujian sampai pukul 10.30, setelah dia
selesai menyelesaikan ujian, kami memutuskan untuk pergi ke Bandung Indah
Plaza, lalu hunting buku ke Gramedia, terakhir hangout ke BEC. Senang sekali
bisa menemani dia main-main di Bandung, entah mengapa ada kebahagiaan
tersendiri saat itu.
Seminggu terakhir sering sekali aku menggerutu dan
mengeluh “pengen punya adik perempuan yang bedanya dua tahun!”, entah mengapa
dalam seminggu terakhir ingin rasanya memiliki orang yang bisa diajak curhat.
Dalam seminggu itu keegoisan untuk ingin didengarkan mucul dalam diriku. Ingin
rasanya bisa berbagi saat diri dan pikiran dalam kepenatan.
Selama perjalan dan hari yang kulalui bersama dia,
kusadari dia terus memegang tanganku. Ah, andaikan kau bukan saudaraku aku geli
dek. Hihihi. Tapi kubiarkan dia meraih tanganku, entah mengapa dalam genggaman
tangannya aku merasa dia mengalami satu hal yang nyaris sama, dia perlu seorang
kakak untuk dia bercerita. Beberapa kali terdengar di telingaku ucapan
kebahagiaannya karena dia bisa main bersamaku. Ah, melelehnya aku mendengar
itu.
Hari ini, aku tersadar. Untuk apa aku menggerutu dan
bersungut-sungut kebelet ingin mempunyai adik perempuan yang sudah jelas tak
dapat diproduksi ibuku lagi? Ya, walaupun bukan adik kandung, tapi aku ingin
menganggapnya sebagai adik kandungku. Selama ini aku kadang menutup mata bahwa
aku punya sepupu! Aku yang ditakdirkan sebagai anak bungsu dan ngebet ingin
punya adik perempuan, sekarang mendapati seorang sepupu. Mungkinkah ini jawaban-Mu?
Ya Allah, sekarang aku tersadar, ternyata menjadi seorang kakak itu tidak
mudah, menjadi figur bagi adik ternyata tak semudah teori yang disarankan
orang.
Dan hari ini aku tersadar, ternyata aku masih
diperlukan orang lain, ternyata aku bisa memberikan pengaruh pada orang lain,
dan ternyata aku masih bisa saling berbagi dengan orang lain—bukan orang lain :
tepatnya sepupuku sendiri.
Terimakasih Puti, kau menyadarkan betapa aku tak boleh
menjadi anak manja yang berlindung di bawah ketiak kakak, walaupun darah kita
berbeda, tapi menjadi sahabat berbagimu adalah kebahagiaan tersendiri untukku.
Congrats ya Puti, fiks banget
jadi anak gaul Bandung. Intens ketemu kita mungkin bisa lebih sering?? Haha.
Insya Allah, sukses ya dek. Jadilah guru yang bisa mendidik anak-anak.
Hwaitting!
iya teh berasa ada temen curhat ma teteh
BalasHapus