Tersebut : INI (bukan) HARTAKU

Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” [QS. al-Baqarah ayat 195]
kalam Alloh ini turun ke bumi sudah lebih dari 1400 tahun. sejak dahulu tidak ada perubahan sama sekali. perintah dan larangan Alloh tidaklah berubah sedari dulu. dulu itu sejak kapan? sejak alam semesta ini diciptakan.
dalam suatu kegiatan saya harus menghafal ayat ini. jujur, dalam waktu relatif singkat, saya tidak mampu menghafal dengan baik ayat ini. saya lebih mudah memahami arti dari ayat ini [bukan menafsirkan, karena saya belum memiliki kapasitas untuk itu]. dalam ayat ini Alloh memerintahkan kita untuk membelanjakan harta kita di jalan Alloh. Alloh menyebutkan “hartamu”, bagi saya ini merupakan suatu bahasa yang sangat santun. betapa Maha Pengasihnya Alloh. padahal sudah jelas kita tidak memiliki apa-apa di dunia ini. jangan harta benda, diri kita sendiripun bukanlah milik kita, tapi milik Alloh. “hartamu” yang saya pahami dari ayat ini adalah “harta yang kita usahakan”. manusia diberi kewajiban dan hak untuk mencari harta. permasalahannya, untuk apa harta itu kita kumpulkan? untuk memenuhi kebutuhan kita? Ya. untuk kebutuhan sekolah? Ya. untuk membantu sesama? Ya. Namun di balik itu semua, ada satu hal yang menjadi hak dalam harta yang kita cari (yang jelas-jelas berasal dari Alloh) ialah bahwa hak dari harta itu ialah agar ia dikembalikan lagi kepada Dzat Yang Memiliki harta itu. Satu-satunya hak dari harta yang kita miliki ialah agar ia kembali pada Alloh. bagaimana caranya? Ayat ini menyebutkan agar kita membelanjakannya di jalan Alloh.
bagaimana jika kita berbelanja di pasar, di PVJ, di mall atau dimanapun? hehe. masalahnya bukan “dimana kita berbelanja” loh, tapi “apa, untuk apa, dan untuk siapa belanja tersebut”. sebelum saya lupa, saya ingin menggaris bawahi bahwa “belanja” di sini jangan diasumsikan seperti “shopaholic” karena itu tidak ada dalam Islam, hanya budaya syaitanlah yang mengajarkan kita berhura-hura.
jadi, belanja di jalan Alloh itu seperti apa? kontribusikan harta ini untuk perjuangan membela agama Alloh. itu saja. lah? lantas bagaimana kalau kita belanja baju? gak boleh? hehehe. gak kayak gitu juga siih. ini adalah bagian dari kebutuhan kita juga, niatkan untuk beribadah pada Alloh. misalnya kita membeli baju, niatkan untuk menutup aurat, bukan untuk bermewah-mewahan ataupun riya. maka dari itu cukuplah membeli baju yang sederhana dan syar’i. mengapa tak perlu yang mahal? hehehe. untuk apa sih kalau niatnya untuk dipuji manusia. berharap dipuji manusia pasti kita merasa lelah. berharaplah menggunakan pakaian mewah untuk dipuji Alloh. Pakaian mewah di sisi Alloh bukan karena merek, harga, atau bahan. bagi Alloh, hamba yang ia cintai adalah hamba dengan pakaian ketakwaan (bukan baju takwa looh)

nah, sekarang mari kita evaluasi diri kita. harta mana saja yang sudah kita belanjakan di jalan Alloh? Berapa banyak bagian harta yang kita kembalikan pada Alloh? berapa banyak kita menabung kekayaan untuk di syurga nanti? waah~ jangan sampai kita menjadi orang kaya di dunia tapi kere di akherat, rugi bandar loh. :D
figur dermawan yang paling melekat di benak saya adalah Khadidjah, Istri Rasululloh saw.. silahkan teman-teman cari dari beberapa sumber, di sana pasti menyatakan bahwa dulu Khadidjah dalah saudagar kaya raya di Mekkah. kalau sekarang mungkin beliau setara kayak pengusaha-pengusaha kaya di Indonesia. setelah menikah dengan Rasululloh, setelah Rasululloh menjadi Rasul, setelah Khadidjah menimani risalah yang Rasululloh bawa, maka tanpa keraguan sedikitpun ia mengkontribusikan hartanya di jalan Alloh. hingga pada akhirnya, dalam masa yang masih sulit saat Islam masih dimusuhi, harta Khadidjah yang tertinggal hanyalah tas kulitnya. hingga akhirnya, Khadidjah memberikan tas kulit itu agar dimasak untuk kaum muslim yang kelaparan (jelas ini kulit bukan imitasi, hehe). lantas setelah itu Khadidjah menangis. Rasululloh menghampiri istri tercinta dan bertanya “Wahai Khadidjah Istriku, mengapa engkau menagis?” Khadidjah terdiam. lalu Rasululloh bertanya kembali “Wahai Istriku, apakah engkau menangis karena hartamu habis?” Khadidjah lalu menatap Rasululloh, "Wahai kekasih Alloh, sungguh aku menangis bukan karena aku menyesali hartaku habis untuk perjuangan ini. aku menangis karena tas itu adalah harta terakhir yang kini ku miliki. setelah ini, apa lagi yang bisa ku sumbangkan untuk perjuangan ini." Allohu Akbar! saya tidak bisa berkata apa-apa, saya tidak dapat mengukur kadar cinta Khadidjah terhadap Islam. tak ada penyesalan dalam hatinya karena hartanya disikat habis dalam perjuangan, Khadidjah takut ia tak bisa menolong agama Alloh lagi setelah hartanya habis. Alloh ridha terhadap harta dan jiwa Khadidjah.
teman-teman, yuk kita sama-sama evaluasi diri kita. saat kita mencari kekayaan, tanyakan “untuk apa, untuk siapa harta ini?” mudah-mudahan kita termasuk orang-orang yang diberi keimanan dan kecintaan terhadap Alloh, Rosul, dan agama ini. aamiin

segala bentuk kekeliruan pemahaman hanyalah berasal dari penulis. segala bentuk koreksi sangat saya nnati. terimakasih :) :)

Komentar

Postingan Populer