Bersahaja Namun Bahagia

Sahabat kenal nama Salman Alfarisi? Tentu saja. Apa yang sahabat ingat begitu mendengar nama shohabat ini? Boleh saya tebak? Hmm. Pasti perang Khandak atau parit bukan? Hmm. Atau kecerdasannya dalam berperang? Baiklah. Mungkin jawaban seputar itu yang menjadi ciri khas mana kala shohabat mendengar nama Salman Alfarisi. Atau ada yang teringat dengan nama mesjid salah satu kampus ternama di Negeri ini? Hehehe. Iya sih. Nama beliau diabadikan menjadi nama mesjid di salah satu kampus ternama yang terletak di Kota Bandung.
Dalam kesempatan ini, saya akan mengajak sahabat untuk mengenal Salman Alfarisi selangkah lebih dekat. Bukan sekedar kecerdasannya saja, tapi kisahnya sebagai seorang pejabat pada masa kekhalifahan Umar Ibn al-Khaththab.
Salman Alfarisi adalah seorang shohabat yang berasal dari Negeri Persia. Pada masa Khalifah Umar Ibn al-Khaththab beliau diangkat menjadi gubernur di daeah Kufah. Layaknya perlakuan terhadap seorang pejabat. Rakyat Kufah datang berbondong-bondong berdesakan memenuhi jalan demi menyaksikan kehadiran sang pemimpin. Dalam benak mereka ada bayangan bahwa layaknya seorang pemimpin, sang gubernur pasti datang diiringi arak-arakan yang ramai dan megah. Kenyataan berkata lain. Salman Alfarisi datang ke kota tersebut sendirian dan hanya menunggangi seekor keledai. Melihat ada orang asing datang, pendudukpun bertanya, “Apakah di jalan engkau melihat Salman Alfarisi? Beliau adalah seseorang yang diutus Khalifah Umar Ibn al-Khaththab.”
Salman Alfarisi menjawab singkat, “Akulah Salman Alfarisi”. “Jangan mengejek dan mencibir kami seperti Bani Israil manakala mereka berkata kepada Musa, ‘Apakah engkau mengejek kami?’ Musa menjawab, ‘Aku berlindung kepada Alloh sekiranya menjadi seorang dari orang-orang yang jahil.’” Ujar penduduk Kufah mengutip surah al-Baqarah ayat 67. Lantas Salman Alfarisi menjawab, “Aku berlindung kepada Alloh sekiranya aku menjadi satu dari orang-orang yang jahil. Ini bukan waktunya lagi untuk bercanda.” Kata Salman. Para penduduk tidak mempercayai keadaan Salman. Bagaimana tidak? Penduduk Irak yang dihup berdampingan dengan negeri Persia yang memiliki Istana medah dan menjulang tinggi lipenuhi emas, perak, sutra, dan permadani indah. Penduduk Kufah mengirah bahwa Islam adalah agama yang megah dan mewah. Namun sangkaan mereka salah. Salman berkata “Tidak, kami datang secara bersahaja. Kami hidup untuk jiwa, dan kami datang untuk mengangkat derajat iman dalam hati.”
Salman pun menjadi Gubernur Kufah dan ia mendapatkan gaji dari Umar ibnu Khattab. Ia membagi gajinya menjadi 3 bagian, sepertiga untuk dirinya, sepertiga untuk hadiah dan sepertiga sisanya untuk sedekah. Menjelang wafat, dalam keadaan masih menjadi gubernur, para penduduk melihat harta warisan yang akan ditinggalkannya. Ternyata harta yang dimilikinya hanyalah sorabn besar yang ia gunakan untuk alas duduk ketika ada tamu yang datang serta ia gunakan untuk duduk di pengadilan yang ia adakan. Selain itu, ia memiliki sebuah tongkat yang ia gunakan untuk bertopang, berkhutbah dan menjaga diri; serta sebuah wadah untuk makan, mandi dan berwudhu.
Saat sakaratul maut, Salman menangis. Penduduk Kufah pun bertanya, “Kenapa engkau menangis?”
“Aku menangis karena Rasulullah saw pernah bersabda kepada kami, Hendaklah bekal kalian di dunia seperti bekal orang yang bepergian. Sementara kita semua lebih suka menumpuk harta dunia.” Demikian Salman mengutip hadits yang diriwayatkan Ahmad.
Penduduk lantas menjawab, “Semoga Allah mengampunimu. Lantas sebanyak apa harta yang kau miliki Salman?”
“Apa kalian meremehkan ini? Aku takut pada hari kiamat akan ditanya tentang sorban, tongkat dan wadah ini”
Allohu Akbar! Betapa zuhudnya hidup Salman Alfarisi. Harta yang ia miliki di akhir hidupnya hanyalah sorban, tongkat, dan wadah yang bahkan ketiga benda inipun sangat beliau takutkan akan menyeretnya ke api neraka. Pertanggungjawaban di hadapan Alloh saat hari perhitungan nanti, itulah yang sangat beliau takutkan. Coba kita bandingkan dengan (ekhem) pemimpin di Republik Indonesia ini. Pemimpin di Republik ini tercatat di catatan sipil ataupun dinas kependudukan sebagai seseorang yang beraga Islam. Coba cek.  Kenyataannya memang sangat jauh bereda. Sangat jauh. Keislaman para shohabat dibuktikan dengan amalan, ibadah, dan ketaatan mereka terhadap Alloh Subhanahu Wa Ta’ala., sedangkan keimanan kita hanya dibuktikan dengan data kependudukan dan kehadiran di atas sajadah. Apa yang membedakan kita atau pemimpin negeri ini dengan para shohabat atau pejabat muslim pada zaman Rasul? Jawabannya satu. Ketaatan terhadap perintah Alloh. Tingkat ke-ihsanan dengan level berbeda menjadikan kita memang sangat jauh jika dibandingkan dengan para shohabat. Al-Quran yang digunakan oleh para shohabat dan kita sekarang sama saja, tak ada yang berbeda. Hanya saja pemahaman dan cara pengaplikasiannya yang berbeda. dan sedikit perbedaan ini menyebabkan dampak yang sangat besar. Bukankah al-Quran diturunkan sebagai pedoman hidup dan penuntun jalan? Lantas mengapa kita hanya membacanya seperti koran? Al-Quran bukan sekedar bacaan, tapi ini kalam Alloh untuk menjadikan kita hidup bahagia dunia akhirat. Nah, jika kita tidak menjadikan al-Quran ini sebagai pedoman hidup, maka bersiaplah dengan penderitaan yang lengkap dunia-akhirat. Na’udzubillah.
Istilah korupsi dalam al-Quran belum saya temukan. Namun larangan untuk menyembunyikan atau menyelewengkan harta yang memang bukan hak kita memang telah Alloh tuliskan dalam al-Quran. Larangan melakukan telah dengan jelas Alloh nyatakan dalam beberapa ayat berikut ini :
  1. Tidak sesorang nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan perang. Barangsiapa yang berkhianat dalam urusan rampasan perang, maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu; kenudian tiap-tiap diri akan diberi pembalasantentang apa yang mereka kerjakan dengan (pembalasan setimpal), sedang mereka tidak dianiaya. (ali Imran 161)
  2. Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain diantara kamu dengan jalan yang bathil dan janganlah kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakansebagian daripada harta benda orang lain itu (dengan jalan) berbuat dosa, padahal kamu mengetahui. (albaqoroh 188)
  3. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu, Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. (an Nisa 29)
Dari beberapa ayat di atas, Alloh menyatakan larangan bagi mukmin untuk menggelapkan hak orang lain (dalam bentuk apapun). Islam sangat mencintai kedamaian dan keteraturan. Berbuat baik sesama, dan saling menegakkan hak sesama muslim sudah menjadi bagian dari kewajiban kita. Islam tidak memperbolehkan praktek korupsi dengan cara apapun.
 Oleh : dwndilla

Komentar

Postingan Populer