Malam Hari adalah Waktu untuk Keluarga

Malam Hari adalah Waktu untuk Keluarga…
Bismillahirrohmaanirrohiim.
Malam ini dalam perjalanan pulang ke Jatinangor, lagi-lagi tertegun dengan pandangan yang menjerembab mata untuk terus menatapnya. Jalanan macet dari pertigaan Jatinangor-Cileunyi-Tol. Untuk teman-teman yangg pernah melintasi Jatinangor sepertinya tau dimana lokasi ini. Lokasi dimana di pagi hari jalan menuju Cileunyi menjadi satu arah (bukan arah ke pasar). Dalam kondisi macet dan hujan rintik seperti ini, arus jalan mulai dikendalikan oleh seseorang bertopi dan berponco. Samar-samar dari kejauhan Dilla menyaksikan bapak-bapak (sepertinya bapak-bapak, bukan usia muda) yang dengan cekatan menggerakkan tangan dan kakinya, menggunakan segenap kekuatan dan pikirannya untuk megatur dan mengatasi kemacetan yang disebabkan ketidakteraturan para pengguna kendaraan. Beberapa menit kemudian, jalanan semakin baik dan mulai terkendali. Beberapa meter sebelum angkot yang dilla tumpangi melewati posisi bapak ini, ada beberapa pengendara kendaraan yang beberapa detik mengurangi kecepatan kendaraan sambil menjulurkan tangan kanannya dari arah kaca sopir. Apa yang terpintas dalam benakmu? Ya. Beberapa pengendara hendak memberikan uang recehan sebagai tanda terima kasih karena bapak ini telah membantu mengatasi kemacetan, layaknya para pengatur jalan yang sering kita lihat saat menerima pembayaran jasanya. Tapi apa yang terjadi? Bapak ini menolak dengan cara yang sangat ramah. Dia meletakkan tangannya di depan dadanya dengan arah telapak tangan keluar, dan dia tersenyum. Bagaimana dilla tau dia tersenyum? Hehe..soalnya sopir angkot dilla juga mau ngasih, tapi ditolak juga. Untuk pertama kalinya dilla terpana melihat pemandangan sperti ini. Bapak-bapak ini bukan polisi. Seragamnya hanya kaos oblong, celana selutut, bertopi, dan berponco. Dan bapak-bapak ini bukan jasa tukang parkir atau jasa penyelamat jalan dadakan. Kalau boleh sedikit berhusnudzan, bapak-bapak ini membantu mengamankan jalan tanpa pamrih. Ironis melihat peristiwa seperti ini. Pada kenyataannya, Polisi Lalu Lintas yang sebenarnya. Para pengaman arus lalu lintas yang dengan sengaja digaji oleh masyarakat malah bersikap tidak menolak terhadap pemberian. Contoh yang sudah sangat umum kita ketahui adalah perilaku menerima “uang damai” terhadap pelanggaran kendaraan atau sering kita kenal dengan istilah tilang. Rasa-rasanya iklan kampanye Gita Wirjawan soal polisi yang menolak “uang damai” sangat sulit ditemukan. Kalaupun ada, entah ada berapa banyak di Indonesia ini.
Ada orang yang digaji, dibayar, siang bekerja meski panas - padahal anak-istrinya tengah menunggu di rumah.
Tapi ada juga orang yang tak digaji, tak dibayar, malam-malam dalam keadaan hujan rela membantu - padahal anak-istrinya sama-sama sedang menunggu di rumah.
Jatinangor, 14 desember 2014

Komentar

Postingan Populer