Gunung Sang Pasak Bumi

image
"Bukankah Kami telah menjadikan bumi itu sebagai hamparan? Dan gunung-gunung sebagai pasak?" [QS.an-Naba 6-7]
Sepanjang sejarah, manusia selalu terpana oleh tinggi dan besarnya gunung. Mereka menganggap gunung adalah tempat suci, tempat bersemayam Tuhan. Orang Jepang menyakralkan Gunung Fuji, dewa-dewi orang Yunani tinggal di Gunung Olympus, pegunungan Himalaya merupakan tempat dewanya orang India dan Tibet. Gunung Merapi dianggap angker oleh orang Yogyakarta, gunung Bromo merupakan kahyangan penduduk Tengger, gunung Agung tempat dewanya orang Bali. Semua mengaitkan gunung pada fungsi mistik supranatural. Hanya Islam yang menempatkan kembali fungsi gunung secara ilmiah.
Dalam al-Quran kita temukan kata gunung sebanyak 49 kali. Diantaranya 22 ayat menyebutkan fungsi gunung sebagai pasak atau tiang pancang, pasak atau paku besar merupakan benda yang menancap ke dalam. Artinya, kepala pasak yang tampak di luar selalu lebih pendek dibanding panjangnya batang yang terhujam. Kerita agama-agama primitif selama ribuan tahun hanya takjub pada ketinggian gunung, al-Quran mementahkan kekaguman sesat mereka itu. Ternyata bukan tingginya, tetapi kedalaman akar gunung yang menghunjam sampai 15 kali lipat dari tinggi di atas permukaan bumi, itulah yang lebih dahsyat. Al-Quran menegaskan bahwa fungsi gunung adalah pasak bumi yang memancang ke bawah tanah dengan kokoh. Itu adalah sebuah konsep tentang gunung yang sangat mutakhir dan baru dikenal. Baru 20 tahun lalu para ahli geofisika menemukan bukti bahwa kerak bumi berubah terus. Ketika itu baru ditemukan teori lempeng tektonik (plate tectonics) yang menyebabkan asumsi bahwa gunung mempunyai akar yang berperan menhentikan gerakan horizontal lithosfer.
image
"Dan Dia menancapkan gunung-gunung di bumi supaya bumi tidak goncang bersama kamu, …" [QS an-Nahl 15]
Sejak tahu 1620-an para ilmuwan seperti Francis Bacon dan RPF Placet dari Prancis mengamati kemungkinan bahwa dahulu benua Amerika, Eropa, dan Afrika pernah menyatu. Pada 1858, Antonio Snider mengemukakan konsep Continental Drift, mengambangnya benua-benua. Kemudian menurut ahli geologi Austria, Eduar Suess, semua benua dulunya memang menjadi satu, diberi nama Godwanaland. Sedangkan ilmuwan Jerman, Alfred Wegener menamakan Pangea. Namun, teori-teori itu belum mendapatkan pengesahan sampai tahun 1960-an saat ditemukannya bukti-bukti meyakinkan bahwa di Laur Arktik, 6 cm per tahun di khatulistiwa, sampai 9cm per tahun di jalur pegunungan. Dan itu adalah 1400 tahun setelah al-Quran memberitahukan tentang konsep gunung kepada manusia! Allaahu Akbar.
Teori lempeng tektonik menyebutkan bahwa kulit bumi berupa 12 lempeng lithosfer setebal 5 sampai 100 km mengapung di atas substratum platis (astenosfer), yang tebalmnya sampai 3000 km. Lempengan itu bergerak secara horizontal dan saling bertabrakan dari waktu ke waktu dan terlipat ke atas dan ke bawah, melahirkan gunung-gunung. Misalnya tabrakan lempeng India dan lempeng Eurasia menghasilkan formasi rantai pegunungan Himalaya dengan puncak tertingginya Gunung Everest setinggi 8.848 km, terbentuk mulai 45 juta tahun lalu. Fase akhir terbentuknya gunung ditandai melambatnya pergerakan lempeng lithosfer. Itulah fungsi gunung. Tanpa gunung, gerakan lithosfer akan lebih cepat dan tabrakan antarlempeng akan lebih drastis dan mungkin membahayakan kehidupan. Wallahu a’lam.

oleh: Bambang Pranggono dalam buku “Percik Sains dalam al-Quran”
- setelah sekian lama kehilangan buku ini, akhirnya bisa baca ulang di google books :’) -

Komentar

Postingan Populer