Jangan Meminta Kebahagiaan



Bismillahirrohmaanirrohiim
Kebahagiaan – kata yang selalu menjadi dambaan setiap insan dimanapun ia berada, bukankah begitu? Ketika ditanya “apa yang kau inginkan?” sering kita menjawab “aku ingin bahagia”. Definisi “bahagia” sangatlah beragam, tergantung standar masing-masing orang yang ditanya. Ada yang menjadikan standar kebahagiaan itu adalah kesuksesan karir, kesuksesan akademik, kesuksesan politik, kesuksesan bisnis, kesuksesan berkeluarga, kesuksesan dalam beribadah, atau kesuksesan di akhirat. Ternyata standar kebahagiaan manusia itu beda-beda, tapi percayalah bahwa standar kebahagiaan muslim yang sebenar-benarnya muslim adalah sama, yaitu : bahagia menghambakan diri hanya pada-Nya dan bahagia mendapat ridha-Nya.
Percayakah kau bahwa bahagia adalah dampak otomatis? Bukan hasil yang menjadi tujuan? Misalnya jika seorang anak sekolah dia belajar bersungguh-sungguh agar mendapat peringkat terbaik di sekolahnya, lalu ia mendapatkan setelah ia bersusah payah belajar. Apakah ia bahagia setelah menjadi pelajar terbaik di sekolahnya? Jawabannya YA. Jadi, bukan bahagia yang dia kejar, tapi menjadi juara satu-lah tujuannya, dan mana kala ia mendapatkannya maka kebahagiaan secara otomatis ia gapai. Tapi ada juga orang yang tidak bahagia meskipun tujuannya sudah tercapai. Apa misal? Koruptor. Tujuannya menjadi manusia kaya raya tak membuatnya bahagia. Apa sebab? Ruh sucinya tidak sejalan dengan jiwa kotornya. Itulah selalu muncul penolakan dan penyesalan dalam dirinya. Akibat ke-tidak-tenangan dirinya makanya ia mudah diendus hukum di negeri ini. Dan perlu kita garis bawahi. Keberhasilannya itu datang setelah ia berusaha sekuat tenaga.
Sering kita mendengar pepatah ini “bersusah-susah dahulu, bersenang-senang kemudian”
Coba bayangkan bagaimana ia berusaha setengah-setengah? Sulit mendapati tujuan itu bukan? Lalu bagaimana jika dia tidak tahan banting dalam upaya yang ia kerjaan? Jadi tidak maksimal bukan? Lalu masihkah perlu kita memohon, meminta pada Alloh agar diberi kebahagiaan. Saya terkesan dengan kalimat yang teman saya lontarlan “Jangan meminta diberi kebahagiaan, tapi mintalah agar diberi kekuatan, ketabahan, dan kesabaran dalam menghadapi ujian”. Bukankah kita akan mendapati jalan turun setelah kita bersusah payah menapaki jalan menanjak? Bukankah pelangi akan muncul setelah hujan? Bukankah kebahagiaan muncul setelah ujian? Bukankah bahagia muncul setelah berjuang? Sesungguhnya ujian adalah sebuah keniscayaan dalam hidup ini, manakala kita gagal dalam ujian itu kita akan menjadi sedih dan merasa tak berarti berada di dunia ini, namun manakala kita berhasil menyelesaikan ujian ini maka kita akan merasa bahagia. Jika kita memohon diberi kebahagiaan, lantas Alloh malah menguji kita, nafsu kita akan menggerutu “mengapa Alloh menguji sedangkan aku meminta kebahagiaan?” Astagfirulloh.
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadanya, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.” (al-Baqoroh 155)
Jadi, mulai saat ini kita revisi doa kita. bukan lagi “Yaa Alloh berikan hamba kebahagiaan” melainkan ? “Yaa Alloh berikan hamba kekuatan, ketabahan, dan kesabaran  dalam menghadapi segala ujian yang Kau berikan”
dwn - terinspirasi dari nasehat kan Sakim dalam sebuah diskusi.

Komentar

Postingan Populer